Selasa, 20 Mei 2008

MENGAPA MASYARAKAT (PERLU) MENOLAK KENAIKAN HARGA BBM??

Oleh: Revrisond Baswir (Dewan Pakar Koalisi Anti Utang)

Indonesia adalah negara miskin produsen minyak. Produksi minyak Indonesia, sebagaimana dapat disimak dalam berbagai edisi Nota Keuangan, rata-rata mencapai di atas satu juta barel per hari. Tahun 2003 dan 2004, produksi minyak Indonesia mencapai 1,09 juta barrel dan 1,15 juta barel per hari. Sedangkan untuk tahun 2005, produksi minyak Indonesia diproyeksikan mencapai 1,12 juta barel per hari.
Sebagian produksi minyak Indonesia, dengan pertimbangan bahwa kualitas dan harganya jauh lebih tinggi, diekspor ke negara lain. Sedangkan untuk memenuhi kebutuhan konsumsi Bahan Bakar Minyak (BBM) di dalam negeri, Indonesia mengimpor minyak dengan kualitas dan harga yang lebih rendah dari negara lain. Hasil ekpor minyak dan gas Indonesia untuk tahun 2003 dan 2004 mencapai US$15,2 miliar dan US$19,6 miliar. Sedangkan impor minyak dan gas Indonesia untuk kedua tahun yang sama masing-masing mencapai US$7,8 miliar dan US$11,5 miliar. Untuk tahun 2005, ekspor dan impor minyak dan gas Indonesia diproyeksikan mencapai US$19,7 miliar dan US$11,3 miliar.
Menyimak angka-angka tersebut dapat disaksikan betapa hasil ekspor minyak dan gas Indonesia sejauh ini masih tetap mengalami surplus. Sebab itu, sebagai negara miskin produsen minyak, sebenarnya sangat wajar bila harga BBM di Indonesia lebih murah daripada harga BBM di pasar internasional. Harga BBM yang lebih mahal, yang terus menerus di sesuaikan dengan harga BBM di pasar internasional, tidak hanya akan memberatkan beban hidup rakyat, tetapi juga akan menghambat mobilitas, dan dengan demikian akan membatasi peluang rakyat untuk keluar dari perangkap kemiskinan.
Tetapi pemerintah rupanya memiliki pandangan lain. Dalam pandangan pemerintah, harga BBM yang lebih murah daripada harga BBM di pasar internasional, yaitu yang memperoleh subsidi dari negara, selain akan membebani anggaran negara, juga cenderung menimbulkan distorsi terhadap bekerjanya mekanisme pasar. Sebagaimana terungkap dalam advertorial sosialisasi pengurangan subsidi BBM yang diterbitkan pemerintah di berbagai media massa, subsidi BBM diyakini oleh pemerintah sebagai pemicu terjadinya penyelundupan BBM, pengoplosan BBM, dan merupakan penghambat bagi penggunaan bahan bakar alternatif.
Sepintas lalu, berbagai alasan pemerintah tersebut memang tampak masuk akal. Walau pun demikian, sebagai negara miskin produsen minyak, berbagai alasan pemerintah untuk meniadakan subsidi dan menyesuaikan harga BBM di Indonesia dengan harga BBM di pasar internasional itu, pada dasarnya cenderung mengada-ada. Mungkin benar bahwa subsidi BBM cenderung menimbulkan distorsi di pasar. Tapi apa salahnya distorsi pasar, jika hal tersebut justru bermanfaat untuk meringankan beban hidup rakyat?
Alasan pemerintah dalam mengurangi subsidi BBM, walau pun alasan yang utama tetap soal pengurangan beban anggaran negara, memang tidak terbatas hanya pada soal dampak negatif subsidi BBM terhadap bekerjanya mekanisme pasar. Sebagaimana terungkap dalam advertorial sosialisasi pengurangan subsidi BBM tadi, yang antara lain diperkuat dengan data yang bersumber dari Bank Dunia, pemerintah juga menyatakan bahwa subsidi BBM cenderung tidak tepat sasaran dan lebih banyak “dinikmati oleh golongan mampu dan orang kaya.”
Alasan pemerintah yang terkesan seolah-olah sangat memihak rakyat banyak dan kaum miskin itu tentu tampak sangat heroik. Lebih-lebih bila dilengkapi dengan embel-embel akan tetap mempertahankan subsidi minyak tanah, memberikan subsidi beras, beasiswa, dan fasilitas kesehatan bagi kaum miskin. Walau pun demikian, hemat saya, berbagai alasan pemerintah tersebut, selain cenderung mengeksploitir kaum miskin dan memicu terjadinya pertentangan kelas, secara keseluruhan justru cenderung menyesatkan dan bersifat manipulatif.
Kesimpulan tersebut tentu tidak saya buat secara serampangan. Saya setidak-tidaknya mencatat lima alasan mendasar yang dapat dan perlu dipergunakan oleh masyarakat untuk menolak kenaikkan harga BBM secara argumentatif. Sebagaimana akan saya uraikan di bawah ini, kelima alasan tersebut sesungguhnya tidak hanya perlu diketahui oleh masyarakat, tetapi juga perlu diketahui oleh pemerintah dan parlemen, yaitu sebagai titik tolak untuk menyusun kebijakan yang lebih berpihak terhadap kepentingan bangsa dan perbaikan nasib rakyat.
Alasan Pertama: Liberalisasi Ekonomi
Kebijakan peniadaan subsidi BBM bukanlah kebijakan yang berdiri sendiri, melainkan berkaitan dengan kebijakan besar liberalisasi ekonomi yang saat ini tengah berlangsung di Indonesia. Secara khusus, kebijakan peniadaan subsidi BBM berkaitan dengan kebijakan uang ketat yang merupakan bagian dari pelaksanaan agenda Konsensus Washington sebagaimana diperintahkan oleh IMF. Sebagai unsur dari agenda Konsensus Washington, tujuan utama kebijakan peniadaan subsidi BBM pada dasarnya adalah untuk memperbesar peranan mekanisme pasar dalam penyelenggaraan perekonomian Indonesia.
Pada tahap selanjutnya, sejalan dengan dilakukannya unbundling PT Pertamina, sebagaimana terungkap dalam Undang Undang (UU) Minyak dan Gas No. 22/2001, kebijakan tersebut diharapkan dapat merupakan insentif bagi para investor pertambangan untuk menanamkan modal mereka di Indonesia. Sebagaimana diketahui, sudah sejak lama perusahaan-perusahaan multinasional yang bergerak dalam bidang pertambangan minyak dan gas, seperti Exxon Mobil, Chevron Texaco, BP Amoco Arco, Total Fina Elf, dan Shell, sangat berhasrat untuk memperluas wilayah kerja mereka di Indonesia.
Padahal, sesuai dengan UU Pertambangan Minyak dan Gas No. 44 Prp/ 1960 dan UU Perusahaan Pertambangan Minyak dan Gas Bumi Negara No. 8/1971, perusahaan-perusahaan multinasional tersebut hanya diperkenankan berperan sebagai kontraktor dalam proses eksplorasi minyak dan gas di Indonesia.
Dengan demikian, sejalan UU No. 22/2001, yang meniadakan perbedaan antara perusahaan-perusahaan multinasional tersebut dengan PT Pertamina, penjualan BBM dengan harga bersubsidi jelas sangat bertentangan dengan kepentingan bisnis mereka. Terutama jika dilihat dari sudut hasrat mereka untuk menjadi pengecer BBM di Indonesia, penjualan BBM dengan harga bersubsidi tentu sangat bertentangan dengan rencana besar liberalisasi sektor pertambangan dan gas yang telah mereka perjuangkan sejak lama.
Menyimak agenda tersembunyi di balik kebijakan peniadaan subsidi BBM yang sedang dilakukan pemerintah, lebih-lebih menyusul keluarnya keputusan Mahkamah Konstitusi yang menghendaki dilakukannya amandemen terhadap UU No. 22/2001, maka masyarakat sesungguhnya justru memiliki kewajiban untuk menolak peniadaan subsidi dan kenaikan harga BBM. Kebijakan tersebut pada dasarnya hanyalah unsur dari proses sistematis untuk meminggirkan rakyat dan merupakan jalan lurus menuju neokolonialisme.
Alasan Kedua: Struktur Ekonomi
Melencengnya sebagian besar manfaat subsidi BBM terhadap anggota masyarakat golongan mampu dan orang kaya sama sekali bukan kesalahan subsidi BBM, melainkan lebih erat kaitannya dengan corak struktur perekonomian Indonesia yang memang terlanjur sudah sangat timpang.
Sebagaimana diketahui, sesuai dengan batas garis kemiskinan yang ditetapkan oleh Bank Dunia, jumlah penduduk Indonesia yang berpenghasilan kurang dari US$2 atau sekitar Rp19.000 per hari, saat ini masih berjumlah sekitar 60 persen dari jumlah seluruh penduduk. Sebaliknya, deposito dengan volume terkecil Rp 5 miliar, yang secara keseluruhan meliputi 95 persen dari jumlah seluruh deposito yang terhimpun pada berbagai bank di Indonesia, diperkirakan hanya dimiliki oleh 14.000 orang terkaya di negeri ini.
Sebab itu, bila dikaji lebih jauh, jangankan subsidi BBM, subsidi pendidikan, subsidi kesehatan, dan bahkan keberadaan pemerintah itu sendiri, pada dasarnya cenderung lebih banyak dinikmati oleh golongan mampu dan orang kaya daripada oleh anggota masyarakat golongan bawah dan orang miskin.
Pertanyaannya, apakah untuk mengakhiri berlanjutnya keberadaan pemerintah yang cenderung “tidak tepat sasaran” itu kita juga perlu berpikir untuk membubarkan pemerintah? Jawabannya tentu saja tidak. Yang perlu dilakukan oleh pemerintah untuik mencegah berlanjutnya pemberian subsidi BBM, pendidikan, kesehatan, dan keberadaan pemerintah yang cenderung tidak tepat sasaran tersebut bukanlah meniadakan pemberian subsidi. Melainkan melakukan koreksi sistematis terhadap struktur perekonomian Indonesia yang timpang.
Caranya adalah dengan memerangi korupsi, menghentikan pemberian subsidi terselubung terhadap sektor perbankan, mengalokasikan anggaran negara yang lebih besar bagi penanggulangan kemiskinan dan pengangguran, meningkatkan alokasi anggaran untuk membiaya pendidikan dan kesehatan, dan dengan meningkatkan tarif pajak kendaraan bagi para pemilik kendaraan pribadi.
Pendek kata, masyarakat perlu menolak pengurangan subsidi dan kenaikan harga BBM, sebab alasan pemerintah bahwa pemberian subsidi BBM cenderung tidak tepat sasaran sama sekali tidak memiliki landasan argumentasi yang kuat dan cenderung bersifat manipulatif.
Alasan Ketiga: Beban Utang
Jika dilihat dari segi Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN), membengkaknya defisit dan sangat beratnya beban anggaran negara, pada dasarnya tidak dapat begitu saja dikaitkan dengan membengkaknya subsidi BBM.
Pembengkakan defisit dan sangat beratnya beban APBN terutama dipicu oleh sangat besarnya pengeluaran negara untuk membayar angsuran pokok dan bunga utang dalam dan luar negeri setiap tahunnya. Sebagaimana diketahui, pembayaran angsuran pokok dan bunga utang dalam dan luar negeri dalam anggaran negara rata-rata mencapai Rp140 – Rp 150 triliun setiap tahun.
Sebagaimana tampak dalam APBN 2004, angsuran pokok dan bunga utang dalam negeri menelan sekitar Rp 30 triliun dan Rp 44 triliun. Sedangkan angsuran pokok dan bunga utang luar negeri menelan sekitar Rp 46 triliun dan Rp 25 triliun per tahun. Jumlah itu, bandingkan dengan volume subsidi BBM yang dalam APBN 2004 hanya dianggarkan sebesar Rp 14,5 triliun atau setara dengan sepersepuluh anggaran pembayaran angsuran pokok dan bunga utang, meliputi sekitar sepertiga APBN.
Perlu ditambahkan, pembayaran angsuran pokok dan bunga utang dalam negeri pada dasarnya adalah subsidi terselubung yang dikeluarkan pemerintah untuk para pemilik deposito dengan volume terkecil Rp 5 miliar, yang hanya dimiliki oleh sekitar 14.000 orang, sebagaimana saya kemukakan tadi.
Selain itu, sebagaimana diakui sendiri oleh pemerintah, volume subsidi BBM terhadap Produk Domestik Bruto (PDB) tiga tahun terakhir, justru terus menerus mengalami penurunan. Tahun 2001 volume subsidi BBM masih meliputi 4,7 persen PDB. Tahun 2002 dan 2003 turun menjadi hanya 1,9 dan 0,7 PDB. Sedang tahun 2004 lalu, volume subsidi BBM kembali hanya dianggarkan sebesar 0,7 persen PDB.
Artinya, masyarakat memang perlu menolak kenaikan harga BBM, sebab secara de facto, relatif terhadap PDB, selama beberapa tahun belakangan ini, subsidi BBM telah terus menerus mengalami penurunan. Sebab itu, subsidi BBM sama sekali tidak dapat dijadikan sebagai kambing hitam membengkaknya defisit APBN. Beban berat anggaran negara terutama disebabkan oleh sangat besarnya subsidi terselubung yang diberikan pemerintah terhadap sektor perbankan dan sangat besarnya beban angsuran pokok dan bunga utang dalam negeri setiap tahunnya.
Alasan Keempat: Rejeki Nomplok
Kenaikan harga minyak di pasar internasional sama sekali tidak dapat dijadikan sebagai alasan untuk mengurangi subsidi dan menaikkan harga BBM. Sebagai negara produsen dan pengekspor migas, Indonesia sesungguhnya juga memperoleh manfaat dari kenaikkan harga minyak tersebut. Sebagaimana telah saya singgung pada bagian awal tulisan ini, proyeksi hasil ekspor migas Indonesia untuk tahun 2005 mencapai US$19,7 miliar. Sedangkan proyeksi biaya impor migas Indonesia hanya mencapai US$11,3 triliun.
Jika dilihat dari sudut APBN, sejalan dengan meningkatnya harga minyak di pasar internasional, penerimaan negara dari sektor migas yang meliputi PPh Migas dan Penerimaan Bukan Pajak Migas, seharusnya juga mengalami peningkatan secara signifikan. Anehnya, sebagaimana tampak dalam APBN 2005, volume PPh Migas terhadap PDB justru diproyeksikan turun dari satu persen menjadi 0,5 persen PDB. Sedangkan Penerimaan Bukan Pajak Migas turun dari 3,8 persen menjadi hanya 1,8 persen PDB.
Hal itu terutama disebabkan oleh sangat rendahnya asumsi harga minyak dalam APBN 2005. Sebagaimana diketahui, ketika harga minyak di pasar internasional melonjak melampaui US$50 per barrel, APBN 2005 hanya mengasumsikan harga minyak sebesar US$24 per barrel. Dengan demikian, pemerintah sesungguhnya diam-diam menikmati rejeki nomplok (windfall profit) dari kenaikan harga minyak di pasar internasional itu.
Sayangnya, kita tidak pernah tahu berapa besarnya rejeki nomplok yang dinikmati pemerintah dan untuk apa saja uang itu digunakan? Padahal, sementara itu, kita terus menerus dikejutkan oleh semakin tingginya peringkat Indonesia sebagai negara juara korupsi di dunia. Sebagaimana diumumkan oleh Transparency International, peringkat Indonesia dalam jajaran negara juara korupsi terus meningkat dari urutan ketujuh pada 2002, menjadi urutan keenam pada 2003, dan menjadi urutan kelima pada 2004.
Menyimak hal tersebut, saya kira masyarakat memang wajib menolak kenaikkan harga BBM, sebab angka-angka mengenai penghasilan negara dari migas dan volume subsidi BBM cenderung tidak transparan. Sejalan dengan itu, seiring dengan meningkatnya peringkat Indonesia sebagai negara juara korupsi, volume kebocoran APBN patut dicuriga mengalami peningkatan dari tahun ke tahun. Artinya, daripada menambah beban hidup rakyat dengan menaikkan harga BBM, jauh lebih masuk akal jika pemerintah menampakkan kesungguhannya dalam memerangi korupsi dan kebocoran APBN.
Alasan Kelima: Kemiskinan dan Pengangguran
Terakhir, pengurangan subsidi BBM sudah dapat dipastikan akan memicu terjadinya kenaikan harga berbagai kebutuhan pokok dan biaya hidup rakyat. Hal itu, suka atau tidak, di tengah-tengah jumlah penduduk miskin yang masih meliputi 60 persen penduduk, dan jumlah penganggur yang meliputi 36 persen angkatan kerja, pasti akan semakin memperberat beban hidup rakyat.
Sementara itu, sebagaimana tampak pada struktur APBN 2005 yang bersifat sangat kontraktif, dan susunan tim ekuin Kabinet Indonesia Bersatu yang dipenuhi oleh para ekonom neoliberal pemuja IMF, sama sekali tidak tampak tanda-tanda bahwa pemerintahan yang ada sekarang ini memang memiliki tekad untuk mengurangi kemiskinan dan pengangguran secara sungguh-sungguh.
Alih-alih berusaha keras mengurangi kemiskinan dan pengangguran, pemerintah justru tampak sangat getol membela kepentingan para kreditor dan investor asing di Indonesia. Tawaran moratorium dan penghapusan sebagian utang luar negeri yang dikemukakan oleh negara-negara anggota Paris Club, misalnya, cenderung ditanggapi dengan dingin oleh pemerintah. Sebagaimana dikemukakan oleh Menteri Keuangan Jusuf Anwar, tindakan tersebut dapat menghambat naiknya rating utang Indonesia dan menurunkan kepercayaan para investor untuk menanamkan modal mereka di sini.
Intinya, sekaligus sebagai penutup tulisan ini, saya tidak hanya menyerukan kepada masyarakat untuk menolak kenaikkan harga BBM. Pada saat yang sama, saya juga mengajak masyarakat untuk mendesak pemerintah agar segera mengakhiri pelaksanaan agenda-agenda ekonomi neoliberal di sini, memerangi korupsi dengan memperkarakan koruptor-koruptor kelas kakap, menghentikan pemberian subsidi terselubung terhadap sektor perbankan, dan berjuang keras menuntut dilakukannya penghapusan sebagian utang lama Indonesia serta segera menghentikan pembuatan utang-utang baru.
Last but not least, menyusul terjadinya gempa dan gelombang tsunami yang menelan lebih dari 100 ribu korban jiwa pada 26 Desember lalu, saya kira masyarakat juga perlu mendesak pemerintah untuk meningkatkan keseriusannya dalam menanggulangi bencana gempa dan gelombang tsunami yang melanda Provinsi Nanggroe Aceh Darussallam dan sekitarnya itu. Wallahu a’lam bishawab. [ ]
SUMBER :
http://209.85.175.104/search?q=cache:D4YmIbbkF2AJ:kau.or.id/index.php%3Foption%3Dcom_docman%26task%3Ddoc_view%26gid%3D30+revrisond+BBM&hl=id&ct=clnk&cd=41&gl=id
Catatan Redaksi www.khilafah1924.org :
Tulisan Revrisond Baswir ini dibuat dalam konteks kenaikan harga BBM bulan Oktober tahun 2005. Namun, meski beberapa data kuantitatif perlu di-up-date, substansi dan struktur argumennya tetap kuat dan relevan untuk menolak kenaikan harga BBM Juni 2008 mendatang secara rasional dan argumentatif. Pemerintah memang zhalim. Kejam. Tega. Pengkhianat. Penipu. Antek penjajah. (msj).

Senin, 21 April 2008

Geliat Dakwah dan Senyum di Russia

22 Apr 08 05:22 WIB

Oleh Ellina Supendy

Rakyat Russia baru 17 tahun terakhir terbebas dari tirani komunis. Mereka baru merasakan kebebasan beragama pasca perestroika & glasnost yang dipelopori Mikail Gorbachev. Sejak itulah kaum muslimin baru mulai mengenal agamanya sendiri. Selama lebih dari 70 tahun komunisme berkuasa, mereka mengenal Islam hanya sebatas nama. Mereka mengaku beragama Islam kebanyakan lantaran keturunan. Oleh karenanya rasa ashobiyah kesukuan masih amat terasa di antara kaum muslimin sendiri.
Kaum muslimin Russia, khususnya di Moskow semakin berkembang secara bertahap. Meskipun tampaknya amat lambat, namun cukup signifikan. Aktivitas ke-Islaman mulai bergaung dari beberapa masjid. Masjid tidak hanya sebagai tempat sholat dan menyalurkan zakat saja, tetapi kini juga melayani kebutuhan sehari-hari kaum muslimin.
Masjid menyediakan toko buku kecil yang menjajakan buku-buku ke-Islaman, souvenir, kaset-kaset, dan brosur-brosur gratis; produkti (toko bahan makanan) yang menjajakan daging-daging halal, serta stalowaya (kantin) yang menyediakan makanan khas Russia. Jauh di utara Moskow, di rayon Otradnoye, terdapat Masjid Yarjam, yang menyelenggarakan kursus bahasa Arab dan pengajian. Lebih jauh lagi di beberapa republik yang mayoritas Islam seperti Baskarkastan, Tatarstan, dan Dagestan aktivitas ke-Islaman seperti daurah (pesantren kilat) untuk anak-anak hingga mahasiswa diadakan untuk mengisi liburan musim panas.
Pemerintah Russia saat ini menyadari realitas bahwa Islam adalah agama nomor dua terbesar di Russia setelah Kristen Ortodoks. Muslim di Russia mencapai kurang lebih 15 persen dari total penduduk dari 148 juta jiwa. Sedangkan yang berada di Moskow mencapai 10 persen dari total 12 juta penduduknya. Sungguh jumlah yang tidak sedikit, dan Insya Allah akan semakin bertambah. Karenanya Pemerintah Vladimir Putin saat itu amat berhati-hati terhadap kaum muslimin.
Pemerintah di satu sisi menyerang Islam radikal dengan propaganda kasus Chechnya, di sisi lain berusaha merangkul kaum muslim moderat seperti orang-orang Tatar dan Asia Tengah di Moskow. Tayangan televisi Russia mengenai Chechnya selalu dikaitkan dengan Islam Radikal yang diidentikan dengan Wahabiyah. Dialog-dialog mengenai Chechnya selalu berujung 'warning' terhadap Islam Radikal. Tema Jihad seakan menjadi barang haram. Wajah-wajah penduduk selatan yang rata-rata berasal dari kaukasus (Chechnya, Ingusetia, Dagestan) selalu menjadi incaran milisia (polisi) untuk diperiksa dokumennya.
Terhadap Islam moderat pemerintah berusaha menunjukkan sikap lunak. Presiden Vladimir Putin mengucapkan selamat hari raya idul fitri dan Idul adha secara resmi kepada kaum muslimin Russia. Ia beserta rombongan juga mengunjungi Ufa, ibukota propinsi Baskiria untuk mengikuti pesta rakyat 'shalawat', yang merupakan tradisi maulid Nabi SAW di sana. Acara keIslaman di televisi baru sebatas siaran pengenalan kultur Islam. Itupun hanya ada setiap Jumat pagi di saluran televisi nasional.
Saat-saat paling mengesankan di Moskow adalah tatkala bertemu saudara-saudara sesama muslim dari berbagai belahan bumi di Masjid Pusat, Prospekt Mira. Perbedaan warna kulit, budaya, bahasa dan mazhab seakan tak berarti dibanding dengan ikatan ukhuwah Islamiyah. Kami saling berkenalan dengan bahasa yang bercampur aduk. Kadang dengan Bahasa Russia, Inggris, Arab, atau bahasa masing-masing. Jika tidak paham satu sama lain, maka senyuman menjadi bahasa penutup yang sangat indah dan kami semua pahami. Senyum benar-benar terasa bermakna.
Perlu diketahui bahwa orang Russia memiliki karakter pelit senyum. Bila berjumpa dengan mereka, tak pernah terlihat senyum tersungging. Entah karena udara dingin sehingga merapatkan bibir-bibir mereka atau memang karakter asli. Akibatnya, jika kita menjumpai sosok mereka dengan senyuman. Maka itu merupakan bonus tersendiri buat kita di tengah cuaca yang selalu di bawah nol derajat. Senyuman di Russia adalah benda mahal yang dapat mencairkan salju yang senantiasa menggigit. Senyuman yang mudah kita dapatkan jika kita berjumpa di wilayah masjid saja. Wilayah yang memang menjadi pusat kitaran senyuman keikhlasan dan ukhuwah yang kuat.

Minggu, 13 April 2008

Aisyah Bhutta Islamkan Orangtua dan 30 Temannya

Aisyah Bhutta Islamkan Orangtua dan 30 Temannya


Sabtu, 12 April 2008

Namanya Aisyah Bhutta. Tapi hatinya tidak “buta”. Setelah mengenal Islam, ia membawa orangtua dan 30 temannya memeluk Islam
Aisyah Bhutta (34), dulu, ia bernama Debbie Rogers. Kini hidup tenteram dan bahagia setelah memeluk Islam. Di apartemennya yang terletak di Cowcaddens, Glasgow, ia melewati hari-hari dengan amalan Islam. Rumahnya pun telah dihiasi dengan nuansa Islam. Di dinding tergantung kaligrafi Al-Quran. Ada juga poster bergambar kota suci Mekkah. Lalu jam yang disetel khusus dengan suara azan yang senantiasa mengingatkanAisyah dan keluarganya tiap masuk waktu shalat. Wajahnya kini terbungkus rapi oleh jilbab yang makin menunjukkan kesalehannya. Dia sangat gigih dalam berdakwah. Tidak saja untuk keluarganya dan kerabat bahkan tetangga-tetangga juga tak luput dari dakwahnya. Alhasil, dia dapat mengislamkan orangtua, kerabat dan 30 temannya. Berikut kisahnya seperti dilansir dari Islamweb.com.
***
Bagi seorang gadis Kristen taat seperti Debbie Rogers, masuk Islam lalu menikah dengan pria Muslim, adalah suatu hal yang luar biasa. Tak hanya itu, ia juga telah mengislamkan kedua orantuanya, beberapa orang saudaranya. Dan yang menakjubkan ia telah mengajak sedikitnya 30 orang teman dan tetangganya masuk Islam!
Debbie Rogers dulunya berasal dari keluarga Kristen yang taat. Mereka aktif dalam aneka kegiatan gereja. Kala remaja lainnya asyik dengan idola mereka, misalnya mengoleksi poster penyanyi kesayangan mereka, katakanlah seperti penyanyi terkenal George Michael atau asyik dengan hura-hura sepanjang malam. Maka Debbie Rogers justru sebaliknya. Di dinding kamarnya penuh dengan poster Yesus. Musiknya adalah musik bernuansa rohani, bernada puji-pujian bagi Yesus. Itulah aktifitasnya sebelum kenal Islam.
Tapi akhirnya dia “lelah” sendiri. Ia merasa tak mendapatkan apa-apa dari apa yang dipelajarinya. Bahkan banyak sekali daftar pertanyaan tentang paham Kristen yang tak berjawab. Debbie Rogers kemudian berkenalan dengan seorang pria keturunan Pakistan, Muhammad Bhutta namanya. Pria yang mengenalkan Islam padanya dan dikemudian hari menjadi suaminya. Tapi jangan dikira ia masuk Islam gara-gara jatuh cinta dengan Muhammad.
Terkesan dengan shalat
“Waktu itu saya masih kecil. Baru berumur 10 tahun. Kebetulan keluarga kami punya toko dan Muhammad adalah salah satu pelanggan tetapnya. Saya sering mengintip Muhammad kala shalat di belakang toko kami.
“Dari wajahnya saya melihat pancaran kedamaian. Tampaknya dia sangat ikhlas dan menikmati shalatnya. Kala saya tanya, dia bilang dia orangIslam. Apa itu Islam?” tanya Aisyah kecil heran.
Berselang beberapa lama, dengan bantuan Muhammad, Aisyah cilik mulai mendalami Islam lebih jauh. Sekitar lima tahunan ia pelajari kitab suci tersebut dan menariknya dia telah mampu membaca seluruh isi Al-Quran dengan bahasa Arab.
”Semua saya baca. Sungguh sangat menarik sekali. Serasa menancap di hati,” kenangnya.
Alhasil, di usianya yang ke-16 Debbie Rogers pun mengucap dua kalimah syahadat. ”Ketika saya mengucapkan kalimah itu, serasa seperti baru melepaskan beban berat yang lepas dari pundak saya. Luar biasa. Saya merasa seperti seorang bayi yang baru dilahirkan,” ujarnya. Ia lantas mengganti namanya, Debbie Rogers menjadi Aisyah.
Meskipun Aisyah sudah memeluk Islam, namun bakal calon mertuanya --ayah kandung Muhammad-- tidak setuju putranya menikah dengan wanita Barat. Orangtua Muhammad masih berpikiran tradisional yang menganggap perempuan Barat sulit menerima Islam. Dan, menurut mereka, malah nanti Muhammad yang dibawa ke jalan yang tidak benar. Mereka takut nanti nama keluarga menjadi jelek di mata masyarakat Islam. Namun tekad Muhammad sudah bulat. Iman Aisyah harus diselamatkan.
Muhammad melaksanakan pernikahan di mesjid setempat. Bahkan pakaian nikah yang dikenakan Aisyah dijahit sendiri oleh ibu kandung Muhammad dan saudaranya yang menyelinap secara sembunyi-sembunyi. Sebab bapaknya menolak menghadiri acara sakral dalam hidup anaknya itu. Halnya Michael dan Marjory Rogers, orangtua Aisyah, turut hadir di pernikahan anaknya. Mereka mengaku terkesan dengan baju nikah Aisyah.
Hubungan hambar dengan bapaknya akhirnya mencair. Ceritanya, nenek Muhammad datang khusus dari Pakistan untuk menjenguk cucunya yang baru menikah. Bagi neneknya, pernikahan dengan perempuan Barat juga masih tabu. Namun, semuanya berubah tatkala nenek Muhammad berjumpa dengan Aisyah. Dia sangat takjub dengan perempuan Skotlandia itu yang sudah mampu membaca Al-Quran dan menariknya lagi Aisyah bisa bercakap dalam bahasa Punjab. Perlahan Aisyah telah jadi bagian dari keluarga besar Muhammad.
Islamkan orangtua
Enam tahun kemudian, Aisyah mulai menjalankan misi sulit, yakni mengislamkan kedua orangtua dan anggota keluarganya. Aisyah dan suaminya menceritakan apa itu Islam. Aisyah sendiri kini telah berubah banyak dan hal itu tentu bagian dari dakwah kepada kedua orangtuanya. Misalnya kini dia jadi anak yang sopan, tidak suka membantah kata-kata orangtuanya seperti dulu.
Kesan perubahan sikap dan tingkah laku sang anak rupanya merasuk ke hati sang ibu. Tak lama, ibunya memeluk Islam dan berganti nama menjadi Sumayyah.
“Bahkan ibu kini sudah mengenakan jilbab. Ibu shalat tepat waktu. Kini tak ada yang menarik baginya kecuali senantiasa berhubungan dengan Allah,” tuturAisyah bangga.
Akan halnya dengan ayah Aisyah, ternyata sangat sulit untuk diajak. Ibu Aisyah turut membantu mengenalkan sang ayah kepada Islam. “Ibu dan saya sering berdiskusi tentang Islam. Nah satu hari kami duduk-duduk di dapur. Lalu ayah berkata; Apa yang kalimat yang kalian ucapkan ketika masuk Islam? Spontan saya dan ibu melompat ke atasnya,” cerita Aisyah sumringah. Ayah pun memeluk Islam.
Lalu, tiga tahun kemudian, abang kandung Aisyah juga mengucap dua kalimah syahadah. Uniknya sang abang memeluk Islam melalui telepon, karena ia tinggal agak jauh. Aisyah makin bersemangat tatkala melihat istri abangnya, diikuti oleh anak-anaknya juga memeluk Islam. Bahkan keponakan istri si abang juga masuk Islam. Bukan main bahagianya Aisyah.
Membuka kelas Islam
“Saya belum mau berhenti berdakwah. Keluarga sudah, lalu saya beralih kepada para tetangga di Cowcaddens. Kawasan ini perumahannya sangat padat, bahkan bisa dikatakan kumuh. Tiap hari Senin selama 13 tahun saya membuka kelas khusus tentangIslam bagi wanita-wanita Skotlandia yang ada di situ,” kisah Aisyah mengenang. Sejauh ini dia sudah berhasil mengislamkan tetangga sekitar 30 orang.
“Latar belakang mereka macam-macam. Trudy misalnya, dia seorang dosen di Universitas Glasgow. Trudy adalah seorang Katolik yang awalnya mengikuti kelas saya untuk mengumpulkan data penelitian yang sedang dikerjakannya. Namun setelah berjalan enam tahun Trudy memutuskan memelukIslam. Menurutnya Kristen sulit diterima akal dan membingungkan,” sebut Aisyah. Trudy sendiri mengaku masuk Islam karena terkesan dengan kuliah Aisyah yang mudah diterima dan masuk akal.
Disamping siswa non-Muslim, kelas binaan Aisyah juga dipenuhi oleh gadis-gadis Islam yang telah terkena polusi pemikiran Barat. Menurut Aisyah, justru mereka yang patut diselamatkan. Aisyah pun fleksibel dalam kuliahnya. Dia menerima secara terbuka setiap pertanyaan dan mengajak peserta berdiskusi.
Suami Aisyah, Muhammad Bhutta (43), tampaknya tidak begitu tertarik untuk berdakwah di kalangan warga asli Skotlandia. Dia konsentrasi pada usaha restorannya. Fokus suami Aisyah adalah keluarga dan usaha. Suami nya yang bertugas memberikan ajaran Islam kepada kelima anaknya. Tumbuh dengan akhlak dan nuansa Islam, itulah obsesi Aisyah dan suaminya akan anak-anak mereka. Bahkan Safia, anaknya tertua yang berusia 14 tahun menjadi sebab masuk Islamnya seorang wanita tua.
Ceritanya, suatu hari Safia melihat seorang nenek di jalan, dia tergerak untuk membantu si nenek dengan membawakan belanjaannya. Sang nenek rupanya terkesan. Tak berapa lama si nenek pun ikut kelas Aisyah Bhutta, dan beberapa waktu kemudian akhirnya bersyahadat.
“Muhammad orangnya romatis,” ujar Aisyah tersipu. “Saya seakan telah mengenalnya selama berabad-abad. Jadi tak mungkin terpisahkan. Dia bukan hanya kawan dalam hidup di dunia ini, tapi yang lebih penting lagi semoga juga kawan di surga nanti dan selama-lamanya. Itulah hal terindah,” tutup Aisyah. [Zulkarnain Jalil/www.hidayatullah.com]

Selasa, 08 April 2008

INDONESIA, AS, DAN NEGARA GAGAL

INDONESIA, AS, DAN NEGARA GAGAL
oleh: Hidayatullah Muttaqin* Pembaca yang terhormat, dalam satu bulan terakhir muncul berbagai ulasan tentang negara gagal (failed state), antara lain yang ditulis oleh Prof. Budi Winarno di Harian Kedaulatan Rakyat (Indonesia Adalah Negara yang Gagal), Meuthia Ganie-Rochman di Harian Kompas (Negara Gagal?), dan Budiarto Shambazy juga di Harian Kompas (Si Gembala Sapi).
Munculnya tulisan-tulisan tersebut didasari oleh suatu keadaan, di mana kemiskinan, kelaparan dan kurang gizi, kelangkaan dan lonjakan harga-harga berbagai kebutuhan pokok, pendidikan, keamanan dan kehidupan sosial masyarakat, semakin buruk dan kian tidak menentu. Hal ini disebabkan oleh ketidakmampuan pemerintah mencegah dan mengatasi permasalahan-permasalahan tersebut, dan ketidakpedulian terhadap masyarakat. Di tengah kehidupan masyarakat yang serba sulit, pemerintah cenderung melahirkan kebijakan-kebijakan pro pasar sehingga beban hidup masyarakat bertambah berat.Berkaitan dengan ukuran dan peringkat kegagalan negara-negara di dunia, Foreign Policy yang berkedudukan di Washington AS, menerbitkan The Failed States Index 2007 yang dapat diakses di situs Foreign Policy dan website The Fund for Peace. Sebagai data, The Failed States Index 2007 ini cukup berguna untuk memberikan gambaran peringkat kegagalan negara-negara di dunia.Namun Foreign Policy bukanlah lembaga independen yang bersikap fair terhadap negara-negara di dunia, khususnya terhadap peradaban selain Barat. Sebagai contoh, publikasi majalah terbaru mereka mengangkat topik utama A World without Islam. Sebuah topik yang sangat berbau Islamophobia dan tendensi yang sangat tidak berdasarkan fakta. Ahmad Syafii Maarif dalam Perspektif, Gatra Nomor 18 Beredar Kamis, 13 Maret 2008HYPERLINK "http://jurnal-ekonomi.org/2008/04/07/dunia-tanpa-islamdunia-tanpa-islam/" menuliskan:“Judul semacam ini sungguh menyakitkan. Islam seperti akan dihalau dari muka bumi karena dianggap sebagai biang kekacauan global.”
Atas dasar inilah, data peringkat negara-negara gagal versi Foreign Policy ini harus dibaca secara kritis, khususnya metodologi atau ukuran-ukuran yang digunakan di dalam pengolahan The Failed States Index 2007.
Sebagai contoh, Irak ditempatkan sebagai negara paling gagal nomor dua setelah Sudan. Irak memang gambaran sebuah negara yang gagal, di mana setiap hari ratusan nyawa melayang dan tidak ada jaminan keamanan bagi warganya. Kemiskinan, kelaparan, dan kehancuran infrastruktur, adalah masalah nyata yang dihadapi suadara-saudara kita di sana.
Hanya saja melepaskan Irak dari penyebab kehancuran Irak, yakni AS, adalah sebuah ketidakafairan. Sedangkan AS sendiri adalah sebuah negara yang menjadi sumber kekacauan ekonomi dunia di samping kekacauan-kekacauan lainnya. Dari negara inilah sebagian besar para Kapitalis dunia merampok sumber daya alam di negara-negara dunia ketiga, kemudian menjadikannya sebagai pasar bagi produk-produk mereka melalui mekanisme pasar bebas yang sebenarnya sangat diskriminatif.Di sisi lain perekonomian AS merupakan perekonomian yang boros, lebih besar pasak daripada tiang. Perekonomian AS adalah perekonomian utang, di mana hidupnya bergantung pada utang. Hanya bedanya dengan negara-negara lainnya, utang-utang AS tidak dilakukan dengan cara meminjam kepada negara atau lembaga keuangan internasional. AS berutang melalui sistem perbankannya, sistem pasar modalnya, dan tentunya utang gratis dari pencetakan mata uang dollar. Sebagian besar utang-utang AS tersebut dibiayai oleh negara-negara eksportir yag ingin meraup devisa sebanyak-banyaknya dari pasar AS (Sofyan Sapri Harahap, Ekonomi Islam: Saving atau Spending?, Republika 7/4/2003).AS merupakan contoh perekonomian yang paling buruk yang sedang menuju kematian. Rasio utang pasar kredit AS terhadap PDB mencapai 330%, rasio utang rumah tangga terhadap PDB 100% di mana nilai utang kartu kredit rumah tangga sudah mencapai 790 miliar dollar AS. Berkaitan dengan krisis finansial yang tengah melanda AS, muncul anggapan sistem keuangan di negeri Paman Sam tersebut laksana ZOMBIE, secara teknis sudah mati tapi masih beroperasi (Kompas 28/3/2008).
Sebagai sebuah negara besar, AS gagal memberi contoh yang baik bagi negara-negara di dunia. AS justru menjerumuskan rakyatnya dan negara-negara lain ke dalam jurang kehancuran yang berdarah-darah. Ironinya, keburukan AS yang sangat nampak tidak dapat membuka mata politisi dan pemerintah Indonesia.
Paska krisis ekonomi 1998, pemerintah Indonesia dengan bangganya memperkenalkan perekonomian neoliberal. Dari periode reformasi ini lahirlah berbagai produk hukum dan perundang-undangan, serta kebijakan neoliberal yang sangat menyengsarakan rakyat. Kini rakyat menghadapi berbagai himpitan kehidupan sebagai akibat kebijakan neoliberal pemerintah.
Jika sebelum krisis utang pemerintah Indonesia sebesar Rp 600 trilyun sudah sangat memberatkan, laksana kerbau yang dicocok hidungnya, pemerintah manut saja kepada IMF ketika diminta untuk mengambil alih dan menanggulangi utang-utang konglomerat sehingga utang pemerintah membengkak menjadi Rp 1250 trilyun. Kini utang negara telah merangkak naik di atas Rp 1400 trilyun sebagai akibat kelatahan pemerintah menerbitkan SUN (obligasi negara) demi mengejar kepercayaan pasar.
Ketika krisis BBM, listrik dan pangan, krisis finansial, dan kesempitan ruang gerak fiskal melanda negeri ini, pemerintah selalu mengambil kebijakan atas dasar kepentingan pasar. Dalam konteks ini, pemerintah selalu menempatkan kepentingan investor yang pertama kali dilayani, setelah itu baru kepentingan masyarakat. Meminjam istilah Revrison Baswir, investor first, people second. Pertemuan Presiden SBY dengan para buruh dan diplomat Indonesia baru-baru ini semakin menjelaskan di mana posisi pemerintah. Dalam dua pertemuan tersebut, presiden mengungkapkan betapa petingnya mengajak para investor masuk ke Indonesia.
Kebijakan pemeritah yang bersandar pada ekonomi neoliberal yag sudah pasti merugikan masyarakat, menunjukkan pemeritah tidak mampu mengurus kepentingan hidup rakyatnya. Sikap membatu pemerintah pada ekonomi neoliberal menunjukkan ketidakpedulian pemerintah terhadap masyarakat.
Jika kebutuhan hidup rakyat terancam oleh ketidakmampuan dan ketidakpedulian pemerintah, maka ini merupakan sebuah fakta bahwa negara Indonesia sedang berada dalam kegagalan. Jika negara kita mengalami kegagalan yang bertubi-tubi, masih relakah negara kita diatur oleh Kapitalisme yang sarat nilai-nilai sekuler ? Jika bukan, tidak inginkah negara ini diatur berdasarkan hukum-hukum Sang Khaliq yang telah menciptakan kita (manusia), alam semesta, dan segala isinya ? Tidak inginkah merasakan hidup berdasarkan syariah dalam naungan sistem khilafah ? Wallahu a'lam []
*Hidayatullah Muttaqin, dosen Ekonomi Pembangunan Universitas Lambung Mangkurat Banjarmasin dan pengelola website www.jurnal-ekonomi.org

Sabtu, 29 Maret 2008

LAGI, PENGHINAAN TERHADAP ISLAM

March 28th, 2008 Print
” Muslim yang tinggal di Belanda harus menyobek setengah dari Al Qur’an, Jika Muhammad tinggal di sini (Belanda) sekarang, aku akan menyuruhnya keluar dari Belanda dengan belenggu” (Geert Wildert Pemimpin Freedom Party Belanda)
Belanda secarai tradisional dikenal sebagai negara yang paling liberal di Eropa. Sekarang, negara itu menjadi pusat kampanye yang penuh kedengkian untuk menghina Islam dan kemuliaan Al Qur’an. Belanda dan negara-negara Barat lain, yang mengklaim sebagi negara yang menjunjung tinggi persamaan (equality) dan keadilan (justice), namun nilai-nilai itu tidak berlaku bagi kaum muslim. Penyiksaan, penculikan, dan penahanan tanpa bukti, banyak menimpa umat Islam , atas nama perang melawan terorisme.
Perjuangan umat Islam untuk membebaskan negerinya dari penjajahan pun dituduh sebagai tindakan ilegal dan dicap terorisme. Sering kali konvensi Genewa dan hukum internasional tidak berlaku, kalau berkaiatan dengan umat Islam. Tampak dari sikap negara –negara Barat terhadap penyiksaan yang dilakukan AS dan sekutunya. Barat cenderung diam menyaksikan bagaimana AS melakukan waterboarding dengan cara menenggelamkan tertuduh di air, yang sesungguhnya bertentangan dengan konvensi Genewa. Sekali lagi itu tidak berlaku, ketika sang tertuduh adalah muslim dan dicap teroris. Semua aturan berlaku bisa berubah kalau sudah berhubungan dengan Islam dan muslim, seperti pernyataan Tony Blair : ” “the rules of the game are changing.”
Di Belanda, Geert Wildert, anggota parlemen Belanda dan pimpinan Partai Kebebasan Belanda, ngotot akan tetap memutar film yang menghina Al Qur’an dan Rosululllah SAW. Wilder mengatakan Al Qur’an adalah buku fasistis yang menyebarkan kebencian dan kekerasan. Dia juga menyerukan agar Al Qur’an dilarang , sebagaimana dilarangnya Mein Kampf , buku Hitler. ” Muslim yang tinggal di Belanda harus menyobek setengah dari Al Qur’an, Jika Muhammad tinggal di sini (Belanda) sekarang, aku akan menyuruhnya keluar dari Belanda dengan belenggu”, hina Wilder.
Pernyataan Wilders itu dimuat di surat kabar De Pers, Selasa (13/2).“Orang-orang Muslim yang ingin hidup di Belanda, mereka harus melempar setengah Al-Qur’an dan menjauhi para imam (masjid), ” ujar Wilders. Lebih lanjut Wilders mengatakan bahwa Islam itu berbahaya dan membawa misi kekerasan terhadap masyarakat. Ia juga menegaskan, kalau saja Nabi Muhammad saw masih hidup, niscaya ia akan dicap sebagai ekstrimis dan harus diusir dari Belanda karena akan dianggap sebagai sumber tindak terorisme.
Di bagian lain komentarnya, Wilders mengatakan, Islam adalah bahaya terbesar yang akan mengancam Belanda dan kemanusiaan. “Jika jalan-jalan di Belanda, maka tidak akan terasa ini di negara Belanda, ” ujar Wilders terkait pemandangan di Belanda akhir-akhir ini di mana banyak ditemui muslimah berjilbab, Muslim yang berjenggot dan menara-menara masjid yang bermunculan di Negeri Kincir Angin itu.
Wilders bukanlah anggota parlemen Belanda pertama yang menyerang Islam. Beberapa tahun yang lalu , pendahulunya Ayaan Hirsi Ali, mencari popularitas dan jabatan politik dengan menghina Islam. Politisi Belanda kelahiran Somalia ini mengecam Islam sebagai agama terbelakang dan merendahkan wanita. Dia juga menuduh Rosulullah saw sebagai orang yang sesat karena menikahi Aisyah ra yang masih kanak-kanak. Tidak kalah keji, di menuduh Rosulullah saw itu pervers (mempunyai kelainan seksual).
Ironisnya, dengan mengklaim dirinya sebagai mantan muslimah, dia kemudian dianggap pakar bicara tentang Islam terutama tentang pandangan Islam terhadap perempuan. Dia juga diberikan ruang sebagai ahli Islam di lingkaran akedemis, menerbitkan buku, dan menulis sebuah cerita untuk film menghina Islam yang berjudul “Submission”. Dalam film itu dia menuduh Al Qur’an mendorong kekacauan dan pemerkosaan terhadap seluruh anggota keluarga. Film yang bertujuan menghina Islam ini menayangkan seorang muslimah yang sholat, tapi berpakaian tembus mata dan di tubuhnya tertulis ayat-ayat Al Quran. Gara-gara film ini, sutradaranya Theo Van Gogh dibunuh oleh Muhammad Buyeri yang tidak rela agamanya dihina.
Hirsi Ali diusir dari Belanda setelah ketahuan memalsukan permohonan kewarganegaraan Belandanya. Paspor Belandanya pun pernah dicabut. Dia pun mundur dari parlemen Belanda. Ketika tiba di Belanda tahun 1992 , dia mengaku lari dari perkawinan paksa saat Somalia dikoyak perang. Dia kemudian mendapat simpati dan memberikan kredibilitas bagi kebohongannya tentang Islam, seakan-akan dia mengalami langsung sebagai wanita yang ditindas oleh Islam. Kebohongannya pun terbongkar. Dalam sebuah program televisi Belanda, anggota keluarga Hirsi mengatakan mereka tidak mengetahui adanya kawin paksa tersebut. Bahkan Hirsi sebenarnya bukan tinggal di Somalia, tapi hidup nyaman di Kenya selama 12 tahun.
Meskipun terbukti berbohong dengan pengalamannya, Hirsi masih dianggap memiliki otoritas oleh Barat bicara tentang Islam. Setelah meninggalkan Belanda, dia kemudian bekerja sebagai pakar pada lembaga riset neo konservatif American Enterprise Institute (AEI) di AS dimana dia tinggal sekarang.
Pemerintah Belanda pernha mencoba menggolkan rancangan undang-undang yang melarang penggunaan niqab (cadar) di tempat umum. Meskipun ruu ini gagal, Wilder kembali berusaha mengkampanyekan larangan bercadar ini. Wilder menambah daftar panjang lain hal-hal yang perlu dilarang untuk Muslim, termasuk Al Qur’an, niqab dan kewarganegaraan Belanda untuk muslim.
Umat Islam memang memiliki pengalaman buruk dengan negara Belanda. Selama lebih kurang 350 tahun negara ini menjajah negeri Islam Indonesia. Sejarah mencatat perlakuan tidak berprikemanusiaan yang dilakukan oleh Belanda. Mulai dari tanam paksa, kerja paksa, sampai pembunuhan masal.
Pengalaman yang sama pernah dirasakan muslim Bosnia. Pemerintah Belanda pada desember 2006 telah memberikan penghargaan kepada pasukan Perdamaian PBB asal Belanda yang telah menyerahkan Srebrenica kepada Serbia selama perang Bosnia tahun 1992-1995. Serbia kemudian melakukan pembantantai masal pada bulan Juli 1995 setelah Belanda menyerahkan kota besar itu kepada serbia. Lebih 8000 muslim terbunuh. Dalam sebuah vidoe tampak jenderal Mladic tersenyum memberikan hadiah kepada panglima perang Belanda Col Tom Karreman. Kemudian Col. Karreman melakukan tos bagi kejayaan jenderal Serbia itu.
Penghinaan terhadap Islam seperti ini terus berulang dan sudah sejak lama terjadi. Hanya Khilafahlah yang akan mampu menghentikan mulut kotor mereka sehingga benteng Islam tetap terjaga dan dilindungi oleh tentara Khilafah. Karena itu, tidak seorang musuh pun akan berani mendekati bangunan Islam, apalagi memanjatnya.
Penghinaan terhadap Islam sama dengan mengumumkan perang. Khilafah akan mengerahkan pasukan, rudal, dan artilerinya supaya orang yang ingin menghina Islam itu melupakan niatnya. Bahkan kaum kafir pun tidak akan pernah berani lagi menghina Islam, karena takut kepada Khilafah dan reaksinya, hingga Khilafah tidak perlu mengerahkan pasukan!
Sejarah Khilafah jelas telah menunjukkan hal itu. Bukti pemeliharaan Khilafah terhadap Islam dan kaum Muslim jelas nyata sekali, bukan hanya terhadap orang yang menghina Islam dan Nabi Islam, Nabi Muhammad saw., bahkan terhadap penghinaan pada sesuatu yang lebih ringan dari itu. Kisah seorang wanita yang dihina oleh orang Yahudi di pasar mereka pada zaman Rasulullah saw., lalu mereka diperangi dan diusir (dari Madinah).Kisah seorang wanita yang dihina oleh orang Romawi sehingga Khalifah langsung memimpin sendiri pasukan untuk memberi orang-orang Romawi pelajaran hingga terjadilah penaklukan kota Amuriyah.
Mereka yang berupaya menyerang makam Rasulullah saw. pada masa Khilafah Abbasiyah, yaitu ketika Nuruddin Zanki menjabat sebagai wali (gubernur) Syam pada tahun 557 H, dan atas sepengetahuan Khalifah, Nuruddin pun bertolak ke Madinah untuk menangkap dan membunuh mereka, yakni orang-orang Nasrani yang menyerang makam Nabi saw., sebagai bentuk pembelaan kepada Rasulullah saw. Saat itu mereka, orang-orang Nasrani itu, telah menggali lorong dari sebuah rumah yang berada di dekat masjid Rasulullah saw, untuk bisa mencapai makam Beliau saw.
Bahkan saat dalam kondisi lemah sekalipun, Khilafah tetap menjaga Islam dan kaum Muslim. Khilafah tetap mampu menghembuskan ketakutan dalam hati kaum kafir penjajah. Bernard Shaw menyebutkan dalam memoarnya, bahwa pada tahun 1913 M, yaitu pada zaman Khilafah Utsmaniyah sudah lemah, dia dilarang mengeluarkan kisah yang berisi penghinaan kepada Rasulullah saw. Lord Chamberlin melarangnya karena takut terhadap reaksi duta besar Daulah Khilafah Utsmaniyah di London.
Sesungguhnya ini adalah perkara yang serius, tidak main-main, wahai kaum Muslim. Sesungguhnya sesuatu yang bisa menghalangi penghinaan terhadap Islam itu sudah jelas dan bukan sesuatu yang tidak diketahui, yaitu: Khilâfah ’alâ minhaj an-nubuwwah—Khilafah yang mengikuti metode kenabian. Khilafah inilah yang akan melindungi tanah dan kehormatan. Khilafah merupakan kewajiban, bahkan kewajiban yang paling utama. (Farid Wadjdi)

Selasa, 18 Maret 2008

Tak Mungkin Belajar Islam pada Orang Junub

"Tak Mungkin Belajar Islam pada Orang Junub"
Katagori : Counter LiberalismeOleh : Redaksi 12 Mar 2008 - 2:30 pm Dr Syamsuddin Arif *Belajar Islam ke negara-negara Timur Tengah, itu biasa. Belajar Islam ke negara-negara Barat, ini baru beda dari biasa. Padahal, negara-negara tersebut—setidaknya menurut catatan sejarah—bukan negara yang menjadi tempat berkembangnya Islam, seperti Timur Tengah. Meski demikian, peminatnya dari tahun ke tahun terbilang tidak sedikit.Menurut data Direktorat Perguruan Tinggi Islam Departemen Agama tahun 2005, pengiriman mahasiswa untuk belajar Islam ke negeri Barat dimulai pada tahun 1950-an. Jumlah mahasiswa yang berangkat berjumlah tiga orang, yaitu: Harun Nasution, Mukti Ali, dan Rasyidi. Ketiga orang tersebut belajar di McGill’s Institute of Islamic Studies (MIIS), Kanada. Dan sekarang, perkembangannya jauh lebih besar dan lebih dasyat.
Umumnya, sebagian lulusan studi Islam di Barat terpengaruh gaya berfikir ala Barat yang liberal dan sekuler. Tapi tak semuanya begitu. Ada juga yang kritis. Professor Rasjidi, misalnya adalah seorang lulusan program Islamic Studies di Universitas McGill, Kanada. Tapi ia justru ikut “menghadang gerakan anti sekularisme dan liberalisme”. Namun menurut mantan Menteri Agama RI pertama ini, pada umumnya belajar Islam di Barat sangat terpengaruh oleh pemikiran orientalis.Bagaimana sebenarnya belajar di Barat? Dan bagaimana seharusnya sikap seorang Muslim? Bolehkan seorang Muslim belajar tentang Islam pada seseorang yang tidak meyakini Iman Islam?
Fakultas khusus Islamic studiesNah, hidayatullah.com[/url] kali ini mewawancari Dr. Syamsussin Arif. Syamsuddin adalah peneliti INSISTS (Institute for the Study of Islamic Thought and Civilization). Cendekiawan muda Betawi ini menyelesaikan doktornya di ISTAC-Kuala Lumpur dan juga pernah menyelesaikan disertasi untuk doktor keduanya di Orientalisches Seminar, Universitas Frankfurt, Jerman. Kini, selain sebagai peneliti INSISTS, sehari-hari ia mengajar di Universitas Islam Internasional Malaysia (IIUM). Di bawah ini adalah petikan wawancaranya.Lutfie Assyaukanie dari aktivis Islam Liberal (JIL) pernah berkata, "Asiknya belajar Islam di Barat." Anda juga pernah belajar Islam di Barat. Apa Anda merasakannya?Kalau yang dimaksud mempelajari seluk-beluk ajaran Islam secara serius lagi mendalam, dengan tujuan menjadi ulama pewaris Nabi dalam arti yang sesungguhnya, maka universitas- universitas di Barat bukanlah tempatnya.Bagaimana mungkin seorang yang tidak beriman kepada Allah dan hari akhir, tidak pernah bersuci, tidak pernah shalat, disebut ahli hadis, ahli tafsir, ahli fiqh? Bagaimana mungkin orang yang seumur hidupnya dalam keadaan junub disejajarkan dengan Imam as-Syafi'i, Imam Ahmad, Imam al-Ghazali? Hayhaata hayhaata, saa'a maa yahkumuun (Aduhai, aduhai, sungguh suatu keputusan yang buruk).Namun kalau tujuannya mempelajari cara sarjana Barat mengkaji Islam, maka saya kira bukan masalah. Adapun soal asiknya belajar di Barat itu memang betul. Tapi, tentu bukan hanya di Barat. Lebih tepatnya di negeri orang. Bagi orang Barat, belajar di Timur itu mengasikkan. Banyak kejutan karena serba tak pasti. Berbeda dengan suasana di negeri asal mereka yang semuanya teratur dan serba terencana, sehingga hidup sehari-hari menjadi monoton dan menjemukan. Sebaliknya, bagi orang Timur, hidup di Barat itu nyaman dan menyenangkan. Lingkungannya bersih, transportasi murah, lancar, aman, dan lain sebagainya. Jadi, yang asik bagi saya itu suasana hidup di Barat, bukan belajar Islam di Barat. Menurut Anda, perlukah Muslim Indonesia belajar studi Islam di Barat?Nah, pertanyaan ini sudah betul. Belajar studi Islam di Barat, bukan belajar Islam. Jawabannya, menurut saya, tetap perlu, meski harus diikat dengan niat dan syarat yang jelas. Niatnya meningkatkan pengetahuan, menambah pengalaman dan memperluas wawasan lillahi ta'ala, bukan li-dun-ya yushibuha. Di Barat, Anda bisa mempelajari metodologi riset yang biasa disebut technique of scholarship. Metode ini menggabungkan penguasaan bahasa, budaya, dan sejarah dengan kecakapan filologi dan ketajaman analisis falsafi. Adapun syaratnya, yang bersangkutan harus sudah matang dulu secara intelektual maupun spiritual.Sebenarnya, apa efeknya jika belajar studi Islam di Barat?Efeknya banyak. Bisa positif dan bisa negatif. Positifnya, Anda dilatih untuk serius dan teliti dalam mengkaji suatu masalah. Anda juga akan paham mengapa dan untuk apa orang-orang Barat itu menekuni studi Islam. Efek negatifnya juga ada. Anda menjadi skeptis (senantiasa meragukan). Namun, menurut saya, soal efek ini tergantung orangnya. Kalau yang bersangkutan suka jahil dengan agamanya sendiri dan buta akan tradisi intelektual Islam, apalagi kalau sudah minder, tentu mudah sekali terpukau dan terpengaruh oleh hasil kajian islamolog Barat.Dalam beberapa kasus, orang mengaku menemukan Islam di Barat. Bagaimana ini bisa terjadi?Saya kira itu ungkapan frustasi yang berlebihan. Sebuah jawaban untuk pertanyaan yang telah menggangu para pemikir Muslim dari mulai Abduh, Iqbal, Rahman hingga al-Attas: limaadza ta'akhkhara l-muslimun wa taqaddama ghayruhum? Mengapa umat Islam tertinggal, sementara umat-umat lain maju pesat? Keterbelakangan umat bukan disebabkan oleh ajaran Islam, sebagaimana kemajuan Barat bukan dikarenakan agamanya. Kemajuan, kebersihan, kesehatan, ketertiban, itu soal mentalitas, soal disiplin, kejujuran dan kerja keras. Meminjam ungkapan almarhum Ustadz Rahmat Abdullah: " Umat Islam ini bagaikan mobil tua yang remnya pakem, sedangkan Barat itu bagiakan mobil mewah yang remnya blong."Menurut Anda, apakah studi Islam di Barat atau Eropa itu selalu kental misi orientalisme?Saya tidak ingin memukul-rata. Namun, pada banyak kasus memang tak dapat dipisahkan dari agenda-agenda tertentu yang jelas berpihak pada kepentingan politik, ekonomi, dan budaya mereka. Hal ini dapat dimaklumi dan terlalu naif untuk kita pungkiri.* [Agus Amin, Cholis Akbar. Diambail dari majalah Suara Hidayatullah/www.hidayatullah.com]Dr Syamsuddin Arif *[Peneliti INSISTS dan pengajar di : [Universitas Islam Internasional Malaysia (IIUM)]

Kamis, 13 Maret 2008

TESIS POSITIF TENTANG HIZBUT TAHRIR

KITAB HIZBUT TAHRIR TSAQAFATUHU WA MANHAJUHU FI IQAMAH DAULAH AL-KHILAFAH AL-ISLAMIYAH

PengantarKembali redaksi www.khilafah1924.org menawarkan kepada kaum muslimin 2 (dua) kitab berharga, yang kali ini khusus membahas tentang Hizbut Tahrir. Pertama, kitab karya Muhammad Muhshin Radhi berjudul Hizbut Tahrir Tsaqafatuhu wa Manhajuhu fi Iqamah Daulah Al-Kilafah Al-Islamiyah (Hizbut Tahrir : Tsaqafahnya dan Metodenya dalam Menegakkan Khilafah Islamiyah). Kitab ini adalah tesis untuk memperoleh gelar Magister di Fakultas Ushuluddin Jurusan Aqidah, spesialisasi Pemikiran Islam, di Universitas Islam Baghdad, Irak, tahun 2006. Kedua, kitab karya Auni Judu’ Al-Ubaidi, berjudul Hizbut Tahrir Al-Islami (‘Ardh Tarikhi Dirasah ‘Aammah)(Hizbut Tahrir Islami : Deskripsi Sejarah Sebuah Kajian Umum). (Darul Liwa’ li Ash-Shahafah wa An-Nasyr, 1993). Kitab ini adalah hasil penelitian literatur dan wawancara mendalam dengan tema sejarah Hizbut Tahrir. Urgensi KitabKedua kitab dalam bahasa Arab tersebut sangatlah berharga, karena dapat menjadi informasi pembanding terhadap kitab-kitab yang mengkritik, menyerang, menyudutkan, memfitnah, atau bahkan menghujat Hizbut Tahrir, meski kedua kitab itu bukanlah kitab resmi yang dikeluarkan oleh Hizbut Tahrir. Kitab-kitab itu tiada lain hanyalah kitab yang ditulis oleh orang-orang ikhlas yang menaruh simpati pada Hizbut Tahrir, karena penulisnya ingin menegakkan keadilan dalam menilai sebuah kelompok, tanpa dipengaruhi rasa kebencian atau dengki pada kelompok tersebut. Allah SWT berfirman (artinya) :

"Dan janganlah sekali-kali kebencianmu terhadap sesuatu kaum, mendorong kamu untuk berlaku tidak adil. Berlaku adillah, karena adil itu lebih dekat kepada taqwa." (QS. Al Maidah : 8)

Memang, sudah banyak sekali kitab-kitab yang menyerang Hizbut Tahrir sejak tahun 60-an hingga saat ini di era tahun 2000-an. Pada era tahun 60-an, ada kitab berjudul Al-Fikr al-Islami al-Mu’ashir (Dirasah wa Taqwim), terbit 1969, karya Ghazi Taubah. Pada era tahun 70-an, terbit kitab berjudul Ad-Da’wah al-Islamiyah Faridhatun Syar’iyyatun wa Dharuratun Basyariyah, karya Shadiq Amin (Abdullah Azzam), terbit tahun 1978. Ada pula kitab dengan judul Atsar Al-Jama’at Al-Islamiyah al-Maidani Khilala Al-Qarn Al-‘Isyriin, karya Mahmud Salim ‘Ubaidat.Kemudian, di era tahun 80-an muncul kitab berjudul Al-Mausu’ah al-Muyassarah fi al-Adyan wa Al-Mazahib Al-Mu’shirah, oleh An-Nadwah al-‘Alamiyah li Asy-Syabab Al-Muslim (World Association of Muslim Youth / WAMY). Kitab terbitan Riyadh 1989 ini sudah diterjemahkan ke dalam bahasa Indonesia dan sering digunakan sebagai alat propaganda yang jahat untuk menghancurkan kepercayaan orang pada Hizbut Tahrir. Kitab serupa, adalah kitab Ath-Thariq ila Jama’ah Al-Muslimin, karya Husain Muhsin Jabir, (Kuwait : Darud Da’wah), terbit tahun 1987, yang merupakan tesis bagi penulisnya.Lalu pada era tahun 90-an muncul kitab Al-Jama’at Al-Islamiyah fi Dhau` Al-Kitab wa As-Sunnah, karya Syaikh Salim Ied Al-Hilali. Juga ada kitab Ar-Radd ‘Ala Hizb At-Tahrir (Munaqasyah ‘Ilmiyah li Ahamm Mabadi` al-Hizb wa Radd ‘Ilmi Mufashshal Haula Khabar al-Wahid), karya Syaikh Abdurrahman Muhammad Sa’id Ad-Dimasyqiyah. Pada tahun 2000 ke atas, misalnya ada kitab Qira`at fi Fikr Hizb At-Tahrir Al-Islami, karya Jawab Bahr An-Natsyah, terbit tahun 2007 (www.saaid.net). Ada pula kitab Hizbut Tahrir Neo Mu'tazilah (terj.), karya Syaikh Nashiruddin al-Albani. Dan seterusnya, banyak sekali kitab-kitab semacam ini, baik kitab yang tercetak, maupun kitab digital yang tersebar di internet dalam berbagai bahasa dunia. Mereka yang bertaklid kepada Syaikh Nashiruddin al-Albani kemudian menerjemahkan dan menyebarkan kitab itu (dan yang semisalnya) di berbagai situs atau blog yang mereka buat.Di sinilah, kedua kitab yang ditawarkan www.khilafah1924.org menunjukkan urgensinya yang tinggi, yaitu sebagai informasi pengimbang yang adil terhadap semua kitab semacam itu. Sebab, menurut Muhammad Muhshin Radhi penulis Hizbut Tahrir Tsaqafatuhu wa Manhajuhu : “…Aghlabu haa’ulaa`i al-kuttaab tanaawaluw hizbat tahriir bi at-tajriih wa an-naqd al-ba`iid ‘an al-haqiiqah fi katsiirin min al-ahyaan wa (i)’tamada ba’dhuhum ‘ala al-ba’dh al-akhar fi an-naql al-khaathi` mimma kawwana shuratan qaathimatan ghaira haqiiqatin ‘an haadha al-hizb, allaahumma illaa maa kaana min ‘auni juduu’ faqad na`a binafsihi ‘ammaa waqa’a fiihi ghairuhu mimman sabaqahu wa lahiqahu...” (Muhammad Muhshin Radhi, Hizbut Tahrir Tsaqafatuhu wa Manhajuhu, hal. 2)."Kebanyakan para penulis tersebut melemparkan kepada Hizbut Tahrir celaan menyakitkan dan kritik yang jauh dari fakta sesungguhnya dalam banyak hal. Sebagian mereka mengandalkan sebagian lainnya dalam pengutipan yang salah yang membentuk citra (image) hitam yang tidak sesuai dengan fakta sesungguhnya dari Hizbut Tahrir ini. Kecuali karya Auni Judu’ Al-Ubaidi, karena dia telah menjauhkan dirinya dari apa-apa yang orang lain terjatuh di dalamnya, yaitu orang-orang yang mendahuluinya atau yang akan menyusulnya…” (Muhammad Muhshin Radhi, Hizbut Tahrir Tsaqafatuhu wa Manhajuhu, hal. 2).Gambaran Isi KitabKitab Hizbut Tahrir Tsaqafatuhu wa Manhajuhu terdiri dari Bab Mukadimah, dan empat bab. Bab I menerangkan tahap-tahap pendirian dan penyebaran Hizbut Tahrir. Bab II menerangkan tsaqafah Hizbut Tahrir, misalnya aqidah Islam menurut Hizbut Tahrir. Bab III menerangkan sistem-sistem dalam Khilafah, seperti sistem pemerintahan, sistem ekonomi dan sebagainya. Bab IV menerangkan metode (manhaj) Hizbut Tahrir dalam menegakkan Khilafah dan juga tahap-tahap aktivitas Hizbut Tahrir. Kitab Hizbut Tahrir Al-Islami (‘Ardh Tarikhi Dirasah ‘Aammah) menerangkan sejarah pembentukan dan penyebaran Hizbut Tahrir. Termasuk juga menerangkan biografi Syaikh Yusuf An-Nabhani, kakek Syaikh Taqiyuddin An-Nabhani, pendiri Hizbut Tahrir. Juga diterangkan bagaimana hubungan Syaikh Taqiyuddin An-Nabhani dengan Ikhwanul Muslimin, juga dengan tokoh-tokoh Ikhwan semisal Syaikh Hasan Al-Banna dan Syaikh Sayyid Quthub. Spesifikasi TeknisKitab pertama tebalnya 236 halaman, dengan size 5,2 MB (unzipped) atau 4,84 MB (zipped) yang dipecah menjadi 27 file.Kitab kedua berupa file PDF dalam 84 halaman, hasil scannning dari kitab aslinya yang tebalnya 158 halaman (termasuk daftar isi). Cara Memperoleh Kitab Anda dapat memperoleh kitab tersebut secara gratis dengan mengirim e-mail ke alamat :

Shiddiq_aljawi@yahoo.com.
This email address is being protected from spam bots, you need Javascript enabled to view it
Berilah judul pada subjek surat : REQUEST KITAB (FREE).Yang ingin memperoleh kitab dengan memberikan donasi, kirimkan e-mail ke alamat yang sama, dan berilah judul pada subjek surat : REQUEST KITAB (DONATION). Permintaan kitab dilayani selama bulan Maret 2008.Semoga kitab ini bermanfaat bagi kaum muslimin. Amin.Yogyakarta, 4 Maret 2008
Pengelola www.khilafah1924.org
NB : Kepada santri Ma'had Taqiyuddin an-Nabhani, diberitahukan bahwa kedua kitab tersebut sudah ada di perpustakaan Ma'had (Maktabah Al-Jawi).

BUKU SITI FADILAH SUPARI : MENGUAK KONSPIRASI JAHAT AS

Oleh : Redaksi 13 Mar 2008 - 3:30 pm Menteri Kesehatan Siti Fadilah Supari (59) bikin gerah World Health Organization (WHO) dan Pemerintah Amerika Serikat (AS).Fadilah berhasil menguak konspirasi AS dan badan kesehatan dunia itu dalam mengembangkan senjata biologi dari virus flu burung, Avian influenza (H5N1).Setelah virus itu menyebar dan menghantui dunia, perusahaan-perusahaan dari negara maju memproduksi vaksin lalu dijual ke pasaran dengan harga mahal di negara berkembang, termasuk Indonesia. Fadilah menuangkannya dalam bukunya berjudul Saatnya Dunia Berubah! Tangan Tuhan di Balik Virus Flu Burung. (watch the US crime on WWII ) Selain dalam edisi Bahasa Indonesia, Siti juga meluncurkan buku yang sama dalam versi Bahasa Inggris dengan judul It's Time for the World to Change.Konspirasi tersebut, kata Fadilah, dilakuakn negara adikuasa dengan cara mencari kesempatan dalam kesempitan pada penyebaran virus flu burung."Saya mengira mereka mencari keuntungan dari penyebaran flu burung dengan menjual vaksin ke negara kita," ujar Fadilah kepada Persda Network di Jakarta, Kamis (21/2).Situs berita Australia, The Age, mengutip buku Fadilah dengan mengatakan, Pemerintah AS dan WHO berkonpirasi mengembangkan senjata biologi dari penyebaran virus avian H5N1 atau flu burung dengan memproduksi senjata biologi.Karena itu pula, bukunya dalam versi bahasa Inggris menuai protes dari petinggi WHO."Kegerahan itu saya tidak tanggapi. Kalau mereka gerah, monggo mawon. Betul apa nggak, mari kita buktikan. Kita bukan saja dibikin gerah, tetapi juga kelaparan dan kemiskinan. Negara-negara maju menidas kita, lewat WTO, lewat Freeport, dan lain-lain. Coba kalau tidak ada kita sudah kaya," ujarnya.Fadilah mengatakan, edisi perdana bukunya dicetak masing-masing 1.000 eksemplar untuk cetakan bahasa Indonesia maupun bahasa Inggris. Total sebanyak 2.000 buku."Saat ini banyak yang meminta jadi dalam waktu dekat saya akan mencetak cetakan kedua dalam jumlah besar. Kalau cetakan pertama dicetak penerbitan kecil, tapi untuk rencana ini, saya sedang mencari bicarakan dengan penerbitan besar," katanya.Selain mencetak ulang bukunya, perempuan kelahiran Solo, 6 November 1950, mengatakan telah menyiapkan buku jilid kedua."Saya sedang menulis jilid kedua. Di dalam buku itu akan saya beberkan semua bagaimana pengalaman saya. Bagaimana saya mengirimkan 58 virus, tetapi saya dikirimkan virus yang sudah berubah dalam bentuk kelontongan. Virus yang saya kirimkan dari Indonesia diubah-ubah Pemerintahan George Bush," ujar menteri kesehatan pertama Indonesia dari kalangan perempuan ini.Siti enggan berkomentar tentang permintaan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono yang memintanya menarik buku dari peredaran."Bukunya sudah habis. Yang versi bahasa Indonesia, sebagian, sekitar 500 buku saya bagi-bagikan gratis, sebagian lagi dijual ditoko buku. Yang bahasa Inggris dijual," katanya sembari mengatakan, tidak mungkin lagi menarik buku dari peredaran.Pemerintah AS dikabarkan menjanjikan imbalan peralatan militer berupa senjata berat atau tank jika Pemerintah RI bersedia menarik buku setebal 182 halaman itu.Mengubah KebijakanApapun komentar pemerintah AS dan WHO, Fadilah sudah membikin sejarah dunia. Gara-gara protesnya terhadap perlakuan diskriminatif soal flu burung, AS dan WHO sampai-sampai mengubah kebijakan fundamentalnya yang sudah dipakai selama 50 tahun.Perlawanan Fadilah dimulai sejak korban tewas flu burung mulai terjadi di Indonesia pada 2005.Majalah The Economist London menempatkan Fadilah sebagai tokoh pendobrak yang memulai revolusi dalam menyelamatkan dunia dari dampak flu burung."Menteri Kesehatan Indonesia itu telah memilih senjata yang terbukti lebih berguna daripada vaksin terbaik dunia saat ini dalam menanggulangi ancaman virus flu burung, yaitu transparansi," tulis The Economist.The Economist, seperti ditulis Asro Kamal Rokan di Republika, edisi pekan lalu, mengurai, Fadilah mulai curiga saat Indonesia juga terkena endemik flu burung 2005 silam.Ia kelabakan. Obat tamiflu harus ada. Namun aneh, obat tersebut justru diborong negara-negara kaya yang tak terkena kasus flu burung.Di tengah upayanya mencari obat flu burung, dengan alasan penentuan diagnosis, WHO melalui WHO Collaborating Center (WHO CC) di Hongkong memerintahkannya untuk menyerahkan sampel spesimen.Mulanya, perintah itu diikuti Fadilah. Namun, ia juga meminta laboratorium litbangkes melakukan penelitian. Hasilnya ternyata sama. Tapi, mengapa WHO CC meminta sampel dikirim ke Hongkong?Fadilah merasa ada suatu yang aneh. Ia terbayang korban flu burung di Vietnam. Sampel virus orang Vietnam yang telah meninggal itu diambil dan dikirim ke WHO CC untuk dilakukan risk assessment, diagnosis, dan kemudian dibuat bibit virus.Dari bibit virus inilah dibuat vaksin. Dari sinilah, ia menemukan fakta, pembuat vaksin itu adalah perusahaan-perusahaan besar dari negara maju, negara kaya, yang tak terkena flu burung.Mereka mengambilnya dari Vietnam, negara korban, kemudian menjualnya ke seluruh dunia tanpa izin. Tanpa kompensasi.Fadilah marah. Ia merasa kedaulatan, harga diri, hak, dan martabat negara-negara tak mampu telah dipermainkan atas dalih Global Influenza Surveilance Network (GISN) WHO. Badan ini sangat berkuasa dan telah menjalani praktik selama 50 tahun. Mereka telah memerintahkan lebih dari 110 negara untuk mengirim spesimen virus flu ke GISN tanpa bisa menolak.Virus itu menjadi milik mereka, dan mereka berhak memprosesnya menjadi vaksin.Di saat keraguan atas WHO, Fadilah kembali menemukan fakta bahwa para ilmuwan tidak dapat mengakses data sequencing DNA H5N1 yang disimpan WHO CC.Data itu, uniknya, disimpan di Los Alamos National Laboratoty di New Mexico, AS.Di sini, dari 15 grup peneliti hanya ada empat orang dari WHO, selebihnya tak diketahui.Los Alamos ternyata berada di bawah Kementerian Energi AS. Di lab inilah duhulu dirancang bom atom Hiroshima. Lalu untuk apa data itu, untuk vaksin atau senjata kimia?Fadilah tak membiarkan situasi ini. Ia minta WHO membuka data itu. Data DNA virus H5N1 harus dibuka, tidak boleh hanya dikuasai kelompok tertentu.Ia berusaha keras. Dan, berhasil. Pada 8 Agustus 2006, WHO mengirim data itu. Ilmuwan dunia yang selama ini gagal mendobrak ketertutupan Los Alamos, memujinya.Majalah The Economist menyebut peristiwa ini sebagai revolusi bagi transparansi. Tidak berhenti di situ. Siti Fadilah terus mengejar WHO CC agar mengembalikan 58 virus asal Indonesia, yang konon telah ditempatkan di Bio Health Security, lembaga penelitian senjata biologi Pentagon.Ini jelas tak mudah. Tapi, ia terus berjuang hingga tercipta pertukaran virus yang adil, transparan, dan setara.Ia juga terus melawan dengan cara tidak lagi mau mengirim spesimen virus yang diminta WHO, selama mekanisme itu mengikuti GISN, yang imperialistik dan membahayakan dunia.Dan, perlawanan itu tidak sia-sia. Meski Fadilah dikecam WHO dan dianggap menghambat penelitian, namun pada akhirnya dalam sidang Pertemuan Kesehatan Sedunia di Jenewa Mei 2007, International Government Meeting (IGM) WHO di akhirnya menyetujui segala tuntutan Fadilah, yaitu sharing virus disetujui dan GISN dihapuskan. (tribun-timur)

Minggu, 09 Maret 2008

Penjajahan Korporasi Asing Atas Migas Indonesia

Oleh : Redaksi 06 Mar 2008 - 5:00 pm Pada saat kami menuliskan release ini, Christopher Lingle di harian Jakarta Post (20/02/08), dalam artikel yang berjudul "Restoring Indonesia's economy to a higher growth path" mencatat bahwa pengangguran di Indonesia mencapai 40% dari total angkatan kerja. Selain itu, Bank Dunia menyebutkan sekitar 49, 5% Rakyat Indonesia berpendapatan di bawah 2US$/hari. Di sektor pendidikan, yang menjadi pilar utama pembangunan Sumber Daya Manusia (SDM), justru menggambarkan situasi yang lebih miris. Menurut data Susenas 2004, dari penduduk usia sekolah 7–24 tahun yang berjumlah 76, 0 juta orang, yang tertampung pada jenjang SD sampai dengan PT tercatat baru mencapai 41, 5 juta orang atau sebesar 55 persen.Sementara itu, menurut data Balitbang Depdiknas 2004, angka putus sekolah atau drop-out di tingkat SD/MI tercatat sebanyak 685.967 anak, yang berhasil lulus SD/MI tetapi tidak melanjutkan ke jenjang SMP/MTs dan putus sekolah di tingkat SMP/MTs sebanyak 759.054 orang. Situasi ini sangat kontras dengan nilai profit kandungan kekayaan alam yang dimiliki oleh tanah air kita, yang justru memberikan kemakmuran melimpah kepada korporasi-korporasi asing.Dalam laporan pendapatannya untuk tahun 2007, pihak ExxonMobil memperoleh keuntungan sebesar $40.6 Billion atau setara dengan Rp3.723.020.000.000.000 (dengan kurs rupiah 9.170). Nilai penjualan ExxonMobil mencapai $404 billion, melebihi Gross Domestic Product (GDP) dari 120 negara di dunia. Setiap detiknya, ExxonMobil berpendapatan Rp 11.801.790, sedangkan perusahaan minyak AS lainnya, Chevron, melaporkan keuntungan yang diperolehnya selama tahun 2007 mencapai $18, 7 billion atau Rp171.479.000.000.000. Royal Ducth Shell menyebutkan nilai profit yang mereka dapatkan selama setahun mencapai $31 milyar atau setara dengan Rp 284.270.000.000.000.Keuntungan yang diperoleh korporasi-korporasi Negara imperialis ini tidaklah setara dengan Produk Domestic Bruto (PDB) beberapa Negara dunia ketiga, tempat korporasi tersebut menghisap. Hingga akhir tahun 2007, Produk Domestik Bruto (PDB) Indonesia belum sanggup menembus Rp4.000 Trilyun, untuk triwulan ke III tahun 2007 saja hanya mencapai Rp 2.901. trilyun. Untuk Negara penghasil minyak lainnya, Libya hanya 50.320 juta US$, Angola (44, 033 juta US$), Qatar (42, 463US$), Bolivia (11.163 juta US$), dan lain-lain.Konfigurasi ini memperlihatkan pengalihan keuntungan eksplorasi tambang, baik migas maupun non-migas, di Negara-negara penghasil justru dinikmati oleh grup-grup korporasi dan Negara induknya. Di Indonesia, menurut laporan Energy information Administration (EIA) dalam laporannya (jan/08) mengatakan bahwa total produksi minyak Indonesia rata-rata 1, 1 juta barel per-hari, dengan 81% (atau 894.000 barel) adalah minyak mentah (crude oil). Untuk produksi gas alam, Indonesia sanggup memproduksi 97.8 juta kubik. Indonesia masuk dalam daftar ke 9 penghasil gas alam di dunia, dan merupakan urutan pertama di kawasan Asia Pasifik.Sayangnya, hampir 90% dari total produksi tersebut berasal dari 6 MNC, yakni; Total (diperkirakan market share-nya di tahun 2004, 30%), ExxonMobil (17%), Vico (BP-Eni joint venture, 11%), ConocoPhillips (11%), BP (6%), and Chevron (4%). Sedang, stok gas bumi mencapai 187 triliun kaki kubik atau akan habis dalam waktu 68 tahun dengan tingkat produksi per tahun sebesar 2, 77 triliun kaki kubik. Cadangan batu bara ada sekitar 18, 7 miliar ton lagi atau dengan tingkat produksi 170 juta ton per tahun berarti cukup buat memenuhi kebutuhan selama 110 tahun. (Sumber: Kementerian ESDM).Bandingkan dengan kebutuhan untuk pendidikan! Berdasarkan kajian Balai Penelitian dan Pengembangan Depdiknas, biaya ideal seorang siswa SD per tahun adalah Rp 1, 68 juta. Data Depdiknas menunjukkan, siswa setingkat SD se-Indonesia sekitar 25, 5 juta. Jadi untuk menggratiskan pendidikan di SD (minus infrastruktur) adalah 42.8 trilyun. Berdasarkan data Balitbang 2003 mengenai kondisi bangunan SD seluruh Indonesia, 32, 2 persen rusak ringan, rusak berat ada 25 persen. SLTP yang rusak ringan 19, 9 persen, rusak berat 7, 4 persen. Padahal, untuk memperbaiki sebuah gedung sekolah hanya membutuhkan dana paling banyak Rp100 juta, nilai ini sangat kecil jika dibandingkan dengan share profit di sector pertambangan yang menguap keluar.Kenapa hal ini bisa terjadi?Cadangan minyak Indonesia pada tahun 1974 sebesar 15.000 metrik barel dan terus mengalami penurunan. Pada tahun 2000 cadangan minyak Indonesia sekitar 5123 metrik barel (MB) dan tahun 2004 menjadi sekitar 4301 MB. Penyebab dari turunnya cadangan minyak Indonesia adalah; pertama Ladang-ladang pengeboran minyak di Indonesia (milik Pertamina) sudah sangat tua, sebagian besar masih peninggalan penjajah Belanda. Kebanyakan sumur-sumur yang ada sudah tua, teknologi yang digunakan pun sudah ketinggalan zaman.Tidak ada revitalisasi technologi, tidak ada pembenahan struktur dalam perusahaan Migas, dan tidak ada upaya pemerintah untuk memberikan perlakukan khusus bagi perusahaan tambang dalam negeri. Ini semua menyebabkan kemampuan dan kapasitas produksi untuk penerimaaan pemerintah semakin mengecil. PT Pertamina (Persero) menargetkan: laba bersih tahun ini hanya Rp17, 8 triliun atau turun 27, 3 persen dibandingkan laba bersih 2007 sebesar Rp24, 5 triliun. Jadi, merupakan sebuah ironi, korporasi-korporasi asing yang bereksplorasi di wilayah yang sama, memperoleh keuntungan maksimum, sedangkan Pertamina mengalami penurunan laba (keuntungan).Penyebab kedua, turunnya cadangan minyak Indonesia adalah sebagian besar ladang-ladang minyak Indonesia dikuasai oleh korporasi asing (MNC), seperti BP, Chevron, CNOOC, ConocoPhillips, ExxonMobil, Inpex, KG, Mitsubishi, Nippon Oil, PetroChina, Petronas, Total, Vico. Dengan pembangunan pipeline (jalur onshore dan jalur offshore) yang bisa mengalirkan minyak hasil eksplorasi dari berbagai blok minyak di Indonesia ke Singapore power, menyebabkan potensi hilangnya minyak Indonesia semakin besar. Ini masih ditambah dengan ketidaksanggupan pemerintah mengontrol secara tegas produksi murni dari korporasi (MNC).Berpatokan kepada UU Migas Nomor 22/2001, pembagian keuntungan pihak Indonesia (Cq. Pemerintah) dan korporasi dilakukan dalam skema Production Sharing Contract (PSC), di mana pertamina telah menjadi bagian dari Kontraktor kontrak Kerja Sama (KKKS). Dalam skema PSC yang ada sekarang, Cost Recovery (CR) sepenuhnya ditanggung oleh Pemerintah Indonesia. Cost recovery minyak mentah Indonesia mencapai US$9, 03 per barel, sedangkan rata-rata cost recovery minyak mentah dunia sekitar US$4-US$6 per barel. Jadi, cost recovery Indonesia lebih tinggi sekitar 75 persen -125 persen per barel, dibandingkan rata-rata negara produsen minyak mentah di dunia.Apakah ada masalah dengan biaya cost recovery ini? Iya, audit Badan Pengawas Keuangan dan Pembangunan pada penggunaan cost recovery periode 2000-2006 terhadap 152 kontraktor senilai Rp122, 68 triliun, ditemukan indikasi penyimpangan pada 43 kontraktor senilai Rp18, 07 triliun. Perhitungan cost recovery sebenarnya hanya beban atas kegiatan eksplorasi migas, yang meliputi biaya produksi pengangkatan minyak (lifting) dan biaya investasi. Tapi kenyataannya, dalam kontrak yang dibuat kontraktor dengan pemerintah, tak ada batasan yang tegas. Akibatnya, banyak komponen biaya lain seperti renovasi rumah dinas, biaya berobat, hiburan bahkan kegiatan tanggung jawab sosial (CSR). Ini mungkin yang membuat biaya tersebut membengkak. (sumber: jurnal nasional)Skema bagi hasil Pemerintah Indonesia dan pihak korporasi memang sangat tidak adil, sangat merugikan pihak Indonesia, namun, beberapa elit politik justru memanfaatkan isu ini demi kepentingan politiknya, bukan untuk kepentingan rakyat. Seandainya, Indonesia mau melakukan peninjauan ulang kontrak karya dengan semua KKS, alasan legal formalnya sangat dibenarkan, mengingat ada bukti-bukti penyimpangan yang disimpulkan BPK. Peraih Nobel Ekonomi 2001 Joseph E. Stiglitz waktu datang ke Indonesia, menyatakan eksploitasi yang dilakukan perusahaan multinasional di negara berkembang sering kali dianggap sepenuhnya sah. Sebagian besar negara berkembang dinilainya tidak mampu terlibat dalam negosiasi canggih yang melibatkan perusahaan-perusahaan multinasional. Dia menduga negara-negara itu tidak mengerti implikasi penuh dari setiap klausul di dalam kontrak. Untuk Indonesia pun, Stiglitz menyarankan agar berani melakukan negosiasi ulang.Karena proses perampokan kekayaan alam Indonesia ini sepenuhnya dilegitimasi oleh perundang-undangan pemerintah Indonesia, maka tidak ada jalan lain, rakyat Indonesia harus melakukan nasionalisasi (pengambil-alihan) terhadap seluruh perusahaan tambang asing tersebut. Langkah ini merupakan jalan yang tepat dan sanggup menyelamatkan kekayaan alam yang seharusnya diperuntukkan untuk rakyat Indonesia. Pada Hari Buruh Internasional, Morales resmi mengumumkan nasionalisasi 20 perusahaan minyak dan gas asing. Pengumuman langsung didukung tindakan dengan mengirim tentara Bolivia ke ladang minyak dan gas alam. Penempatan pasukan militer itu merupakan simbol bahwa instalasi minyak dan gas itu telah menjadi milik negara Bolivia. Gara-gara dekrit itu, penerimaan Bolivia disektor migas melonjak menjadi US$780 juta (sekitar Rp7 triliun) pada tahun 2007. Jumlah itu enam kali lipat disbanding penerimaan pada 2002. Bagaimana jika perusahaan asing menolak? "Mereka boleh pergi, " ujar Menteri Energi Andres Soliz.Di Indonesia, di bawah Bung Karno, pemerintahan Soekarno mengeluarkan kebijakan UU No. 86/1958 tentang nasionalisasi perusahaan-perusahaan asing, termasuk sektor pertambangan. Selain itu, Bung Karno memberlakukan UU Nomor 44 Tahun 1960 yang mempertegas pengelolaan minyak dalam kontrol Negara. Setelah itu, Bung Karno menyerahkan skema profit-sharing agreement (PSA) yakni 60:40, ditambah kebijakan lain seperti MNC wajib menyerahkan 25 persen area eksplorasi setelah 5 tahun dan 25 persen lainnya setelah 10 tahun. Selain itu, MNC wajib menyediakan kebutuhan untuk pasar domestik dengan harga tetap dan menjual aset distribusi-pemasaran setelah jangka waktu tertentu. Skema Bung Karno langsung disetujui oleh presiden AS saat itu, John F Kennedy, dan tiga raksasa minyak dunia (Stanvac, Caltex, dan Shell). Cerita sukses Bung Karno itu bisa dilihat dalam prestasi sektor pendidikan, yakni Tingkat melék huruf naik dari 10 ke 50 persen (1960). Biaya pendidikan pada masa itu juga sangat murah.Sehubungan dengan hal tersebut di atas, maka kami dari Eksekutif Nasional- Liga Mahasiswa Nasional untuk Demokrasi (EN-LMND), menyatakan sikap sebagai berikut:
Nasionalisasi perusahaan pertambangan asing untuk kepentingan pendidikan gratis dan berkualitas.
Tinjau-ulang kontrak karya dengan seluruh KKS karena telah merugikan pihak Indonesia.
Cabut semua paket perundang-undangan (regulasi) yang mensahkan korporasi asing menjarah kekayaan alam bangsa kita.
Industrialisasi Nasional; Pemerintah harus memfasilitasi pembangunan dan penguatan Industri pertambangan Negara yang tangguh dan modern, baik di sektor hulu sampai ke hilir.Demikian release ini kami buat. Atas perhatiannya, kami ucapkan banyak terima kasih.(Pers Rilis, Jakarta, 22 februari 2007, EksNas-LMND)sumber : eramuslim

Rabu, 05 Maret 2008

80 % Mahasiswa Memilih Syariah Sebagai Jalan Hidup

Survey : 80 Persen Mahasiswa Memilih Syariah Sebagai Pandangan Hidup
Editorial March 5th, 2008
Print
Sebagaimana diberitakan Kompas (4/03/2008) , ketua Umum Gerakan Mahasiswa dan Pemuda Indonesia M Danial Nafis pada penutupan Kongres I GMPI di Asrama Haji Pondok Gede, Jakarta, Senin (3/3) mengungkap hasir survey yang cukup mengejutkan. Mengutip survei yang dilakukan aktivis gerakan nasionalis pada 2006, sebanyak 80 persen mahasiswa memilih syariah sebagai pandangan hidup berbangsa dan bernegara.

Sebanyak 15,5 persen responden memilih aliran sosialisme dengan berbagai varian sebagai acuan hidup. ”Hanya 4,5 persen responden yang masih memandang Pancasila tetap layak sebagai pandangan hidup berbangsa dan bernegara,” katanya.

Penelitian itu dilakukan di Universitas Indonesia, Institut Teknologi Bandung, Universitas Gadjah Mada, Universitas Airlangga, dan Universitas Brawijaya. Perguruan-perguruan tinggi tersebut selama ini dikenal sebagai basis gerakan politik di Indonesia.

Danial menilai survei tersebut menunjukkan kondisi riil di perguruan tinggi negeri di seluruh Indonesia. Kondisi ini menunjukkan semakin rendahnya semangat nasionalisme di kalangan generasi penerus bangsa.

Sementara itu, mantan Gubernur DKI Jakarta Sutiyoso menambahkan, nilai Pancasila yang digali para pendiri bangsa masih sangat relevan dengan kondisi kekinian. Sikap alergi sebagian anak bangsa dengan Pancasila dapat menjadi pemicu disintegrasi bangsa.

Survey ini, meskipun survey tidak selalu bisa dipastikan mewakili realita yang sesungguhnya, mencerminkan, semakin kuatnya keinginan mahasiswa untuk menegakkan syariah Islam. Kecendrungan untuk kembali kepada syariah sesungguhnya bukanlah fenomena lokal. Sebuah polling yang dipublikasikan pada bulan April 2007, yang hasilnya terkesan ditutup-tutupi. Polling itu, yang dilakukan atas pengawasan Universitas Maryland, menegaskan riset yang dilakukan sebelumnya pada masalah seperti terdapat pada www.css-jordan.org.

Polling tersebut yang dilakukan di empat negara muslim (Mesir, Maroko, Pakistan, Indonesia) dengan mayoritas penduduk kaum muslim menunjukkan beberapa hal yang antara lain :Dukungan bagi penerapan Hukum Syariah di Negara-negara Islam;Penyatuan dengan Negara-negara lain di bawah naungan Khilafah; Penentangan atas pendudukan dan kebijakan Barat pada umumnya; Penentangan atas pemaksaan diberlakukannya nilai-nilai Barat di tanah kaum Muslim; Penentangan atas penggunaan kekerasan terhadap penduduk sipil
Bagi beberapa isu tingkat konsensus bagi ide-ide itu melebihi 75%.

Keinginan untuk kembali ke syariah Islam, sebenarnya gampang dipahami. Kondisi negeri-negeri Islam yang menyedihkan sekarang ini menjadi salah satu faktor. Meskipun negeri-negeri Islam sebagian besarnya adalah negeri yang kaya, namun kesejahteraan masyarakatnya menyedihkan. Indonesia misalnya, menggunakan standar World Bank , lebih dari setengah penduduk Indonesia , artinya lebih kurang 110 juta orang hidup dalam kemiskinan.

Penindasan yang dilakukan Barat di negeri-negeri Islam semakin mendorong hal ini . Di Irak, diperkirakan 1 juta penduduk sipil meninggal dunia pasca pendudukan AS dan sekutunya. Pembantain umat Islam juga terjadi di Afghanistan juga memilikukan nurani umat Islam. Belum lagi , secara sistematis penduduk sipil Palestina, diteror dan dibantai oleh negara Zionis Israel. Sementara penguasa negeri Islam hanya diam seribu bahasa.

Penghinaan terus menerus yang dilakukan Barat terhadap Islam juga memperkuat keinginan untuk menegakkan syariah dan Khilafah. Berulang-ulang Rosulullah saw dihina oleh media Barat sementara pemerintah Barat tidak banyak berbuat apa-apa atas nama kebebasan berpendapat. Penghinaan terhadap Al Qur’an juga terjadi di penjara-penjara yang menjadi tempat penyiksaan dan penghinaan terhadap umat Islam atas tuduhan terorisme.

Semua penderitaan diatas dinyakini akibat penerapan Kapitalisme di negeri-negeri Islam. Penerapan syariah Islam diyakini akan menyelesaikan persoalan akibat ideologi Kapitalisme ini. Sementara, kebutuhan akan Khilafah Islam sendiri merupakan konsekuensi langsung dari kewajiban menerapkan syariah Islam. Tidaklah mungkin syariah Islam bisa ditegakkan secara menyeluruh tanpa negara.

Kerinduan terhadap Khilafah juga muncul karena terpecah belahnya umat Islam saat ini. Khilafah dipercaya akan menyatukan umat Islam seluruh dunia. Keberadaan pemimpin negeri-negeri Islam yang tidak hirau terhadap rakyatnya, tidak melindungi umat Islam, bahkan lebih memilih menjadi agen-agen negara Kapitalis memperkuat kesadaran akan kewajiban Khilafah ini .

Namun kita perlu mengkritisi pernyataan Mantan Gubernur DKI yang menganggap kecendrungan terhadap syariah Islam ini akan memicu disintegrasi. Propaganda busuk ini sebenarnya sudah basi, tapi tetap saja berulang-ulang dipropagandakan. Kita perlu menegaskan, justru penerapan syariah Islam akan memperkuat persatuan negeri ini . Sebab syariah Islam mengharamkan upaya pemecahbelahan negeri-negeri Islam termasuk Indonesia. Mengharamkan intervensi asing yang akan mengobok-obok Indonesia. Tidak heran kalau Hizbut Tahrir berulang-ulang meningatkan bahaya campur tangan asing di Timor Timur, Aceh, dan Papua, Ambon yang akan memicu disintegrasi.

Sutiyoso tampaknya salah alamat dalam mengidentifikasi persoalan di Indonesia. Berbagai persoalan di Indonesia seperti kemiskinan, konflik sosial, perampokan kekayaan negara , korupsi , dan disintegrasi , bukan disebabkan oleh syariah Islam yang memang belum diterapkan di Indonesia. Tapi penyebabnya adalah kita selama ini menerapkan sistem Kapitalisme. Jadi bukan karena syariah Islam.

Ironisnya mereka yang mengklaim nasionalis justru memperkokoh penjajahan terhadap Indonesia. Lihat, mereka yang mengklaim nasionalis, justru membiarkan kekayaan alam Indonesia di rampok oleh asing dengan keluarnya UU yang pro liberal seperti UU Migas, UU SDA, UU Kelistrikan, UU penanaman modal . Mereka juga getol menyuarakan liberalisasi, privatisasi, dengan alasan globalisasi. Padahal semua ini akan menyebabkan kekayaan alam Indonesia dirampok oleh asing.

Mereka mengklaim nasionalis yang memperhatikan rakyat. Mereka teriak save our nation , tapi kenyataannya, mereka malah mendukung kebijakan pro IMF seperti menaikkan BBM, mengurangi subsidi terhadap kesehatan dan pendidikan yang semuanya membuat rakyat semakin menderita. Mereka juga berbusa-busa mempertahankan hutang luar negeri, meskipun telah terbukti membuat Indonesia didikte oleh negara pendonor.

Mereka mengkalim nasionalis yang menjaga keutuhan negara, tapi justru membiarkan asing mengancam keutuhan negara . Mereka membiarkan LSM asing memprovokasi disintegrasi atas nama HAM. Mereka juga membiarkan negara-negara penjajah yang memiliki niat jahat, campur tangan untuk menyelasaikan persoalan Indonesia. Pernjanjian DCA Indonesia-Singapura meskipun kemudian ditolak menjadi bukti bagaimana para yang mengklaim nasionalis ini justru menjual negara.

Walhasil, Indonesia dan negeri Islam akan keluar dari berbagai persoalan ini, kalau kita mencampakkan ideologi Kapitalisme dalam berbagai aspek dan kembali kepada syariah Islam. Sekali lagi syariah Islam yang akan meyelamatkan Indonesia. Bukan yang lain. Dan Hizbut Tahrir akan terus berjuang untuk ini, untuk menyelamatkan Indonesia, mensejahterakan rakyat, dan membuat Indonesia mandiri tidak tergantung kepada asing.(Farid Wadjdi)

Senin, 03 Maret 2008

KHILAFAHLAH YANG AKAN MENGHENTIKAN MULUT JALANG MEREKA TERHADAP ISLAM

Oleh : Redaksi 03 Mar 2008 - 4:00 pm

بسم الله الرحمن الرحيمWAHAI KAUM MUSLIM, KHILAFAHLAH SATU-SATUNYA YANG AKAN MENGHENTIKAN MULUT JALANG MEREKA TERHADAP ISLAM DAN NABI ISLAM, MUHAMMAD SAW.Kemarin, Rabu, 27 Februari 2008, Menteri Dalam Negeri Jerman mengeluarkan pernyataan mendukung seluruh surat kabar dan media Eropa untuk kembali memuat kartun penghinaan kepada Rasulullah saw. yang mulia. Beberapa hari sebelumnya, tujuh belas surat kabar Denmark kembali mempublikasikan gambar kartun penghinaan, yang sebelumnya telah dimuat dan disebarkan oleh salah satu surat kabar Denmark sekitar dua tahun lalu. Ini artinya, kedengkian terhadap Islam tidak bisa hanya dinilai sebagai permasalahan media massa yang tidak ada kaitannya dengan pemerintah Barat, sebagaimana yang mereka klaim sebelumnya. Namun, ini juga merupakan permasalahan Barat secara keseluruhan, yang menggelorakan kedengkian lebih membabi buta terhadap Islam dan pemeluknya. Sementara apa yang disembunyikan oleh hati mereka sesungguhnya jauh lebih besar lagi. Suara kaum Muslim pun benar-benar telah serak, akibat memprotes gambar kartun itu pada saat dipublikasikan. Dan, protes-protes itu pun terus dan terus berlanjut, sebagai bentuk pembelaan mereka kepada Rasulullah saw. Tetapi hasilnya, para penguasa mereka telah memadamkan protes-protes tersebut, dan telah berhasil melemahkan pengaruhnya. Sementara media massa Denmark pun kembali mempublikan gambar kartun tersebut, bukan hanya satu surat kabar, melainkan tujuh belas surat kabar. Bukan hanya itu, bahkan Menteri Dalam Negeri Jerman pun ikut menyerukan seluruh surat kabar Eropa untuk ambil bagian dalam mempublikasikan gambar kartun penghinaan tersebut dengan alasan kebebasan berekspresi. Mereka bohong. Karena itu hanyalah bentuk kedengkian mereka yang mendalam terhadap Islam dan kaum Muslim. Kalau tidak, apakah mereka berani berkata tidak senonoh terhadap kasus Holocaust yang dipublikasikan oleh orang-orang Yahudi, sekalipun mereka mempunyai beribu-ribu satu alasan tentang kebebasan bereskpresi?Apa sebenarnya yang menyebabkan mereka berani menyepelekan kaum Muslim, menghampiri rumah-rumah mereka, memanjat dinding-dinding mereka, dan menghina hal-hal yang mereka sucikan dengan berani dan lantang, dengan sangat-sangat provokatif, tanpa rasa takut dan gentar sedikit pun?Sungguh, harga penghinaan terhadap Islam dan Nabi Islam (Nabi Muhammad saw) bagi Barat Kafir adalah harga yang murah, bahkan tidak ada. Jadi, tidak ada resiko apapun yang akan mereka terima, baik secara politik, ekonomi maupun militer:Surat kabar Denmark jelas telah mempublikasikan gambar kartun pengghinaan kepada Nabi saw. dan itu pun ditegaskan oleh seorang Menteri… Kendati begitu, tidak ada satu pun tindakan pemutusan hubungan diplomatik dengan negara-negara yang melakukan penghinaan itu. Bahkan duta-duta besar mereka tetap saja berada di negeri-negeri kaum Muslim dengan mulia dan terhormat. Sedikit pun kehormatan duta-duta mereka tidak ada yang tercederai. Tidak ada satu pun dari duta mereka yang dipulangkan dengan tidak hormat. Menteri-menteri mereka pun tetap mendapatkan sambutan hangat, padahal orang yang ikut meneriakkannya pun tak jauh dari mereka!Gambar kartun penghinaan itu pun dipublikasikan, dan hal yang sama pun dinyatakan oleh sang Menteri… Namun, anehnya minyak negeri-negeri kaum Muslim tetap saja menyuplai hajat hidup Barat Kafir yang menghina Islam dan Nabi Islam (Nabi Muhammad saw) itu. Minyak tersebut tidak ada yang dihentikan, atau setidak-tidaknya alirannya dikurangi… Para penguasa kaum Muslim dan antek-antek mereka pun tidak ada yang menarik tabungan mereka dari bank-bank yang membuat perekonomian negara-negara penghina itu menjadi kaya raya!Gambar kartun penghinaan itu pun dipublikasikan, dan hal yang sama pun dinyatakan oleh sang Menteri… Namun, anehnya pangkalan-pangkalan militer milik musuh-musuh Islam dan kaum Muslim itu pun tetap berkembang dan bahkan bertambah. Tentara-tentara mereka juga tetap saja bisa menetap di negeri-negeri kaum Muslim dengan aman dan nyaman. Artileri-artileri mereka pun masih bisa diluncurkan dari pangkanlan-pangkalan militer tersebut untuk melakukan pembantaian di negeri-negeri kaum Muslim… Pangkalan-pangkalan militer itu juga tidak ada yang ditutup, dan tidak ada seorang pasukan pun yang diusir, bahkan tidak ada satu kata pun yang diarahkan untuk mengecam mereka.Lalu, apa yang sebenarnya ditakuti Barat Kafir, jika menghina Islam, kitab suci Islam, al-Quran, dan Nabi Islam, Nabi Muhammad saw? Akankah Barat Kafir itu takut kepada para penguasa di negeri-negeri Islam, sementara para penguasa itu membelakangi Islam dan mengabaikan mahkota Islam, yaitu jihad? Bahkan, para penguasa itu jelas telah memerangi Khilafah yang akan mencabut gigi geraham kaum Kafir penjajah. Justru mereka malah berdiri tegak untuk menghadang Khilafah. Mereka juga telah memerangi para pejuang Khilafah. Mereka mengejar-ngejar, menangkap, memenjarakan, dan menyiksa para pejuang Khilafah, hingga mengantarkan mereka menjadi syahid! Masalah bagi para penguasa itu tak lain adalah kursi dan mahkota mereka. Agenda mereka bukanlah menjaga Islam dan kaum Muslim, melainkan kursi kekuasaan, meskipun harus dengan menyia-nyiakan agama dan dunia, serta menghinadinakan negeri dan rakyatnya. Semoga Allah membinasakan mereka. Bagaimanakah mereka sampai dipalingkan (dari kebenaran)?Apakah Kafir penjajah itu memperhitungkan para penguasa itu barang sedikit pun, sehingga khawatir akan kemarahan, atau setidaknya teguran sopan para penguasa negeri kaum Muslim, agar tidak berani menghina Islam, al-Quran, kitab suci Islam, atau Nabi Islam, Nabi Muhammad saw?Wahai kaum MuslimHanya khilafahlah yang akan mampu menghentikan mulut jalang mereka, sehingga benteng Islam pun tetap terjaga, dan dilindungi oleh tentara Khilafah. Karenanya, tak seorang musuh pun akan berani mendekati bangunan Islam, apalagi memanjatnya. Sebab, yang menjadi agenda Khilafah adalah Islam, bukan kursi dan mahkota… Karena itu, penghinaan terhadap Islam sama dengan mengumumkan perang. Karenanya, Khilafah akan mengerahkan pasukan, rudal, dan artilerinya supaya orang yang ingin menghina Islam itu melupakan niatnya dan melupakan bisikan setan. Bahkan kaum Kafir pun tidak akan pernah berani lagi menghina Islam, karena takut kepada Khilafah dan reaksinya, hingga tidak perlu mengerahkan pasukan!Sejarah Khilafah jelas telah menunjukkan hal itu. Bukti pemeliharaan Khilafah terhadap Islam dan kaum Muslim jelas nyata sekali, bukan hanya terhadap orang yang menghina Islam dan Nabi Islam, Nabi Muhammad saw. bahkan terhadap penghinaan kepada sesuatu yang lebih ringan dari itu. Kisah seorang wanita yang dihina oleh orang Yahudi di pasar mereka pada zaman Rasulullah saw, dan mereka pun diperangi dan diusir (dari Madinah)… Kisah seorang wanita yang dihina oleh orang Romawi, sehingga Khalifah pun langsung memimpin sendiri pasukan untuk memberi pelajaran kepada orang-orang Romawi hingga terjadilah penaklukan kota Amuriyah… Mereka yang berupaya menyerang makam Rasulullah saw pada masa Khilafah Abbasiyah, yaitu ketika Nuruddin Zanki menjabat sebagai wali (gubernur) Syam pada tahun 557 H, dan atas sepengetahuan Khalifah, Nuruddin pun bertolak ke Madinah untuk menangkap dan membunuh mereka, yakni orang-orang Nasrani yang menyerang makam Nabi saw, sebagai bentuk pembelaan kepada Rasulullah saw. Saat itu mereka, orang-orang Nashrani itu telah menggali lorong dari sebuah rumah yang berada di dekat masjid Rasulullah saw untuk bisa mencapai makam beliau saw.Bahkan saat Khilafah dalam kondisi lemah sekalipun, Khilafah tetap menjaga Islam dan kaum Muslim. Khilafah tetap mampu menghembuskan ketakutan dalam hati kaum Kafir penjajah. Bernard Saw menyebutkan dalam memoarnya, bahwa pada tahun 1913 M, yaitu pada zaman Khilafah Utsmaniyah sudah lemah, dia dilarang mengeluarkan kisah yang berisi penghinaan kepada Rasulullah saw. Lord Chamberlin melarangnya karena takut terhadap reaksi duta besar Daulah Khilafah Utsmaniyah di London.Wahai Kaum MuslimSiapa saja yang mencintai Rasulullah saw, maka dia harus berjuang untuk mendirikan Khilafah.Siapa saja yang perasaannya marah kepada orang yang menghina Rasulullah saw, maka dia harus berjuang untuk mendirikan Khilafah.Siapa saja yang marah karena Rasulullah saw, maka dia harus berjuang untuk mendirikan Khilafah.Siapa saja yang menginginkan Allah mengobati hati orang-orang Mukmin dari perilaku orang yang menghina Rasulullah saw, maka dia harus berjuang untuk mendirikan Khilafah.Siapa saja yang mencintai Rasulullah saw, maka dia harus mengikuti beliau saw. dan berjuang untuk mengangkat seorang Khalifah yang dibaiat, sehingga dia tidak mati dalam keadaan jahiliyah. «وَمَنْ مَاتَ وَلَيْسَ فِيْ عُنُقِهِ بَيْعَةٌ مَاتَ مِيْتَةً جَاهِلِيَّةً»Dan siapa saja yang mati sedang dipundaknya tidak ada baiat maka ia mati dengan kematian jahiliyyah (HR. Muslim)Kemudian siapa saja yang ingin dikumpulkan bersama Rasulullah saw, maka dia harus berjuang untuk mendirikan Khilafah.Begitulah, wahai kaum Muslim, Allah SWT akan menjaga, dengan kekuasaan, sesuatu yang tidak bisa dijaga dengan al-Quran. Maka seribu satu peringatan, dan seribu satu teriakan, serta seribu satu pernyataan… kepada orang yang menghina Rasulullah saw tetap saja tidak akan bisa menandingi sepuluh kata dari seorang Khalifah Mukmin kepada tentaranya untuk menghentikan si penghina yang dilaknat oleh Allah, Rasul-Nya dan kaum Mukmin hingga ke akar-akarnya.﴿ إِنَّ الَّذِينَ يُؤْذُوْنَ اللَّهَ وَرَسُوْلَهُ لَعَنَهُمُ اللَّهُ فِي الدُّنْيَا وَاْلآخِرَةِ وَأَعَدَّ لَهُمْ عَذَابًا مُهِينًا ﴾Sesungguhnya orang-orang yang menyakiti Allah dan Rasul-Nya. Allah akan melaknatinya di dunia dan di akhirat, dan menyediakan baginya siksa yang menghinakan. (TQS. al-Ahzâb [33]: 57)Sesungguhnya Hizbut Tahrir meminta bantuan Anda sekalian wahai kaum Muslim agar bersedia membela Rasulullah saw sebagaimana yang Beliau harapkan, sehingga penghinaan kepada Beliau saw itu tidak akan terjadi. Lalu, adakah selain Khilafah yang akan bisa menghalangi penghinaan itu? Sesungguhnya Khilafah adalah perisai dan tameng:«اْلإِمَامُ ـ الْخَلِيْفَةُ ـ جُنَّةٌ يُتَّقَى بِهِ وَيُقَاتَلُ مِنْ وَرَائِهِ»Sesungguhnya seorang imam –Khalifah- adalah perisai, orang-orang akan menjadikannya pelindung dan berperang di belakangnya (HR. Bukhari dan Muslim)Sesungguhnya ini adalah perkara yang serius, tidak main-main, wahai kaum Muslim. Sesungguhnya sesuatu yang bisa menghalangi penghinaan kepada Islam itu sudah jelas, dan bukan sesuatu yang tidak diketahui: yaitu Khilâfah ’alâ minhaj an-nubuwwah —Khilafah yang mengikuti metode kenabian. Khilafah inilah yang akan melindungi tanah dan kehormatan. Khilafah merupakan kewajiban, bahkan kewajiban yang paling utama. Maka, berjuanglah wahai para pejuang. إِنَّ فِي هَذَا لَبَلاَغًا لِقَوْمٍ عَابِدِيْنَSesungguhnya (apa yang disebutkan) dalam (surat) ini, benar-benar menjadi peringatan bagi kaum yang menyembah Allah). (TQS. al-Anbiyâ’ [21]: 106)22 Shafar al-Khayr 1429 H28 Februari 2008 MHizbut Tahrir

FAKTA DAN KEBOHONGAN PRIVATISASI DI INDONESIA

Pengantar Redaksi
Keputusan pemerintah melakukan privatisasi besar-besaran tahun 2008 ini sangat mengejutkan. Sebab belum pernah ada ceritanya, ada privatisasi 37 BUMN sekaligus dalam setahun! Benar-benar gila dan ugal-ugalan. Sejak kebijakan privatisasi dimulai tahun 1991, privatisasi terbesar "hanya" menimpa 4 buah BUMN dalam satu tahun. Lalu bagaimana fakta dan kebohongan di balik privatisasi BUMN di Indonesia ? Artikel berikut akan menjelaskannya. (Redaksi www.khilafah1924.org).
Pendahuluan
Komite Privatisasi memutuskan menerima usulan Kementerian BUMN untuk memprivatisasi 37 Badan Usaha Milik Negara (BUMN). BUMN yang diprivatisasi mencakup 34 BUMN yang baru memasuki program privatisasi tahun 2008 dan 3 BUMN yang privatisasinya tertunda di tahun 2007. BUMN-BUMN ini akan diprivatisasi melalui penawaran saham perdana (IPO) di pasar modal dan penjualan langsung kepada investor strategis (strategic sales) yang ditunjuk oleh pemerintah (Bisnis Indonesia, 5/2/2008). Sekretaris Kementerian BUMN Muhammad Said Didu menyatakan Kementerian BUMN siap melepas seluruh saham pemerintah pada 14 BUMN sektor industri (Bisnis Indonesia Online, 25/1/2008) sedangkan Menteri Negara BUMN Sofyan Djalil menyatakan pemerintah akan menjual 12 BUMN kepada investor strategis (Bisnis Indonesia, 21/1/2008) dari 37 BUMN yang diprivatisasi.
BUMN yang diprivatisasi antara lain: Kawasan Industri Medan, Kawasan Industri Makassar, Kawasan Industri Wijaya Kusuma, BNI Persero, Adhi Karya, PT Asuransi Jasa Indonesia, BTN, Jakarta Lloyd, Krakatau Steel, Industri Sandang, PT Inti, Rukindo, dan Bahtera Adi Guna, Kemudian, PT Perkebunan Nusantara III, PT Perkebunan Nusantara IV, PT Perkebunan Nusantara VII, dan Sarana Karya, Semen Batu Raya, Waskita Karya, Sucofindo, Surveyor Indonesia, Kawasan Berikat Nusantara, Pembangunan Perumahan (melalui IPO), Kawasan Industri Surabaya, dan Rekayasa Industri. Yodya Karya, Kimia Farma dan Indo Farma (keduanya mau merger), PT Kraft Aceh, PT Dirgantara Industri, Boma Vista, PT Barata, PT Inka, Dok Perkapalan Surabaya, Dok Perkapalan Koja Bahari, Biramaya Karya, dan Industri Kapal Indonesia (Kominfo Newsroom, 21/1/2008).
Keputusan pemerintah melakukan privatisasi besar-besaran sangat mengejutkan. Sebab belum pernah privatisasi dilaksanakan sebanyak 37 BUMN sekaligus dalam setahun. Sejak kebijakan privatisasi dimulai pada tahun 1991, privatisasi terbesar menimpa 4 buah BUMN dalam satu tahun.
Privatisasi paling menghebohkan terjadi pada tahun 2002 ketika pemerintah menjual 41,94% saham Indosat kepada Singapura dengan harga obral US$ 608,4 juta. Padahal tahun tersebut Indosat baru saja membeli 25% saham Satelindo dari De Te Asia senilai US$ 350 juta. Dengan pembelian tersebut kepemilikan Indosat atas Satelindo genap 100% dengan nilai perkiraan US$ 1,3 milyar. Di samping memiliki Satelindo, Indosat juga mempunyai anak perusahaan IM3, Lintasarta, dan MGTI. Pada tahun 2001 penerimaan negara dari pajak dan deviden Indosat mencapai Rp 1,4 trilyun. Jadi dari sisi finansial saja pemerintah Indonesia sangat dirugikan (Hidayatullah: 2002).
Sejak awal privatisasi Indosat sudah tidak transparan. Singapura yang menawar Indosat melalui salah satu sayap bisnis BUMNnya, Singapore Technologies Telemedia Pte Ltd (STT) ditetapkan sebagai pemenang. Anehnya, ketika penandatangan persetujuan pembelian saham Indosat, nama pembeli yang muncul bukannya STT melainkan Indonesia Communications Limited (ICL) yang berkedudukan di Mauritius, sebuah negara yang menjadi surga pencucian uang. Kepada Metrotv (29/12/2002) Gus Dur mensinyalir adanya komisi 7 persen atau sekitar 39 juta dolar dari total nilai penjualan yang masuk ke kas PDI-Perjuangan untuk pemenangan pemilu pada tahun 2004 (Hidayatullah: 2002).
Belajar dari kasus privatisasi Indosat, kemungkinan obral besar-besaran BUMN tahun ini merupakan upaya untuk menggalang dana pemenangan pemilu 2009 bisa saja terjadi. Semestinya masyarakat mulai sekarang mewaspadai pengompasan harta negara oleh oknum-oknum rakus dan tamak. Jika tidak, di tengah kesulitan hidup masyarakat saat ini, aset negara terus menyusut sementara asing semakin menguasai negeri ini.
Privatisasi di Indonesia
Kebijakan privatisasi dari tahun 1991 hingga tahun 1997 dilakukan dengan penjualan saham perdana di pasar modal dalam negeri dan pasar moda luar negeri. Tahun 1991 pemerintah menjual 35% saham PT Semen Gresik kemudian dilanjutkan pada tahun 1994, pemerintah menjual 35% saham PT Indosat. Tahun 1995, pemerintah menjual 35% saham PT Tambang Timah dan 23% saham PT Telkom, tahun 1996 saham BNI didivestasi 25% dan tahun 1997 saham PT Aneka Tambang dijual sebanyak 35% (www.bumn-ri.com).
Kebijakan privatisasi pada masa Orde Baru ini dilakukan untuk menutupi pembayaran hutang luar negeri (HLN) Indonesia yang jumlahnya terus membengkak. Tahun 1985 HLN pemerintah sudah mencapai US$ 25,321 milyar. Pada tahun 1991 jumlah HLN pemerintah membengkak dua kali lipat menjadi US$ 45,725 milyar. Jumlah HLN pemerintah terus bertambah hingga tahun 1995 mencapai US$ 59,588 milyar. Pemasukan dari hasil privatisasi BUMN tahun 1995-1997 yang digunakan pemerintah untuk membayar HLN dapat menurunkan HLN pemerintah menjadi US$ 53,865 milyar pada tahun 1997 (Hidayatullah: 2002).
Sejak ekonomi Indonesia berada dalam pengawasan IMF, Indonesia ditekan untuk melakukan reformasi ekonomi (program penyesuaian struktural) yang didasarkan pada pemikiran ekonomi Kapitalisme-Neoliberal. Reformasi tersebut meliputi: (1) intervensi pemerintah harus dihilangkan atau diminimumkan, (2) swastanisasi perekonomian Indonesia seluas-luasnya, (3) liberalisasi seluruh kegiatan ekonomi dengan menghilangkan segala bentuk proteksi dan subsidi, (4) memperbesar dan memperlancar arus masuk modal asing dengan fasilitas yang lebih besar (Sritua Arief: 2001).
Di bawah IMF, Indonesia dipaksa mengetatkan anggaran dengan pengurangan dan penghapusan subsidi, menaikkan harga barang-barang pokok dan public utilities, peningkatan penerimaan sektor pajak dan penjualan aset-aset negara dengan memprivatisasi BUMN. Program privatisasi yang sudah dijalankan Orde Baru dilanjutkan lagi dengan memperbanyak jumlah BUMN yang dijual baik di pasar modal maupun kepada investor strategis. Tahun 1998 pemerintah kembali menjual 14% saham PT Semen Gresik kepada perusahaan asing Cemex. Tahun 1999 pemerintah menjual 9,62%. saham PT Telkom, 51% saham PT Pelindo II kepada investor Hongkong, dan 49% saham PT Pelindo III investor Australia. Tahun 2001 pemerintah kembali menjual 9,2% saham Kimia Farma, 19,8% saham Indofarma, 30% saham Socufindo, 11,9% saham PT Telkom. Antara tahun 2002-2006 privatisasi dilanjutkan dengan menjual saham 14 BUMN dengan cara IPO dan strategic sales (www.bumn-ri.com).
Kebohongan Privatisasi
Privatisasi adalah pemindahan kepemilikan aset-aset milik negara kepada swasta dan asing (Mansour: 2003). Namun Undang-Undang Nomor 19 tahun 2003 tentang BUMN mempercantik makna privatisasi dengan menambahkan alasan dalam rangka meningkatkan kinerja dan nilai perusahaan, memperbesar manfaat bagi negara dan masyarakat, serta memperluas kepemilikan saham masyarakat. Berdasarkan pengertian privatisasi dalam undang-undang BUMN, visi Kementerian Negara BUMN tentang privatisasi adalah "Mendorong BUMN untuk meningkatkan kinerja dan nilai tambah perusahaan guna menjadi champion dalam industrinya serta meningkatkan peran serta masyarakat dalam kepemilikan sahamnya" (www.bumn-ri.com). Sementara itu dalam program privatisasi tahun ini alasan yang dikemukakan oleh Sofyan Djalil adalah: “Privatisasi BUMN dilakukan tidak untuk menjual BUMN, melainkan untuk memberdayakan BUMN itu sendiri, sehingga akan menjadikan BUMN lebih transparan dan dinamis” (Kominfo Newsroom, 21/1/2008).
Privatisasi tidak semanis apa yang digambarkan dalam visi Kementerian Negara BUMN seperti pada poin meningkatkan peran serta masyarakat dalam kepemilikan saham BUMN. Sekilas masyarakat luas dilibatkan dalam kepemilikan BUMN, padahal kita tahu bahwa yang dimaksud masyarakat bukanlah pengertian masyarakat secara umum, tetapi memiliki makna khusus yaitu investor.
Sebagaimana metode privatisasi BUMN dilakukan dengan IPO dan strategis sales, maka yang membeli saham-saham BUMN baik sedikit ataupun banyak adalah investor di pasar modal apabila privatisasi dilakukan dengan cara IPO, dan investor tunggal apabila privatisasi menggunakan metode strategic sales. Investor di pasar modal maupun investor tunggal bisa berasal dari dalam negeri atau dari luar negeri. Sementara yang dimaksud investor itu sendiri adalah individu yang melakukan investasi (menurut situs www.investordictionary.com, investor didefinisikan sebagai: An individual who makes investments). Jadi tidak mungkin privatisasi akan menciptakan kepemilikan masyarakat, sebab kehidupan masyarakat sudah sangat sulit dengan mahalnya harga-harga barang pokok, pendidikan, dan kesehatan, bagaimana bisa mereka dapat berinvestasi di pasar modal. Apalagi hingga akhir tahun 2007 investor asing menguasai 60% pasar modal Indonesia sehingga memprivatisasi BUMN melalui IPO jatuhnya ke asing juga. Sedangkan investor lokal, mereka ini juga kebanyakan para kapitalis yang hanya mengejar laba, apalagi konglomerat-konglomerat yang dulu membangkrutkan Indonesia sudah banyak yang comeback.
Menurut Dr. Mansour Fakih (2003) dalam bukunya Bebas dari Neoliberalisme, istilah privatisasi biasa dibungkus dengan istilah dan pemaknaan yang berbeda-beda. Misalnya, privatisasi perguruan tinggi negeri (PTN) dibungkus dengan istilah otonomi kampus, dan istilah privatisasi BUMN dimaknai sebagai meningkatkan peran serta masyarakat. Tujuan pembungkusan istilah dan makna privatisasi ini adalah untuk mengelabui pandangan publik. Pernyataan Sofyan Djalil bahwa privatisasi BUMN bukanlah untuk menjual BUMN melainkan untuk memberdayakan BUMN adalah pernyataan konyol dan menyesatkan.
Sementara itu, langkah-langkah kebijakan privatisasi di Indonesia selaras dengan sebuah dokumen milik Bank Dunia yang berjudul Legal Guidelines for Privatization Programs. Dalam dokumen ini terdapat panduan bagaimana pemerintah melakukan kebijakan privatisasi dengan menghilangkan persoalan hukum. Pertama, memastikan tujuan-tujuan pemerintah dan komitmen terhadap privatisasi. Kedua, amandemen undang-undang atau peraturan yang merintangi privatisasi. Ketiga, ciptakan institusi yang memiliki kewenangan dalam implimentasi privatisasi. Keempat, hindari kekosongan kewenangan kebijakan privatisasi yang dapat menyebabkan kebijakan privatisasi tidak dapat dijalankan.
Dalam dokumen USAID Strategic Plan for Indonesia 2004-2008 disebutkan bagaimana lembaga bantuan Amerika Serikat ini bersama Bank Dunia aktif terhadap permasalahan privatisasi di Indonesia. Sementara itu ADB dalam News Release yang berjudul Project Information: State-Owned Enterprise Governance and Privatization Program tanggal 4 Desember 2001, memberikan pinjaman US$ 400 juta untuk program privatisasi BUMN di Indonesia. ADB menginginkan peningkatan partisipasi sektor swasta dalam BUMN yang mereka sebut bergerak di sektor komersial. Jadi lembaga-lembaga keuangan kapitalis, negara-negara kapitalis, dan para kapitalis kalangan investor sangat berkepentingan terhadap pelaksanaan privatisasi di Indonesia. Sebaliknya rakyat Indonesia sangat tidak berkepentingan terhadap privatisasi. Para kapitalis ini menginginkan pemerintah Indonesia membuka ladang penjarahan bagi mereka. Mereka sebenarnya tidak mengharapkan perbaikan ekonomi dan kesejahteraan rakyat Indonesia, tapi yang mereka inginkan adalah merampok kekayaan Indonesia.
Adapun apa yang sering mereka katakan bahwa privatisasi bertujuan peningkatan efisiensi dan pemberantasan korupsi adalah sangat tidak berdasar. DR. Mansour Fakih (2003) menjelaskan tidak ada kaitan antara korupsi yang terjadi di BUMN dengan pemindahan kepemilikan ke tangan investor. Justru kita menyaksikan malapetaka perekonomian dunia tahun 2001 diawali oleh korupsi besar-besaran yang dilakukan perusahaan raksasa dunia seperti Worldcom dan Enron. Di Indonesia kalangan swasta (kebanyakan warga keturunan) melakukan korupsi besar-besaran dalam bentuk KLBI dan BLBI.
Untuk memberantas korupsi di BUMN bukanlah dengan cara privatisasi melainkan dengan penegakkan hukum yang tegas dan keras tanpa pandang bulu, sebagaimana Nabi Muhammad SAW mengatakan “Hancurnya umat-umat terdahulu adalah tatkala kalangan rakyat jelata melakukan pelanggaran, mereka menerapkan hukum dengan tegas, tetapi manakala pelanggar itu dari kalangan bangsawan, mereka tidak melaksanakan hukum sepenuhnya. Oleh karena itu, sekiranya Fathimah putri Rasulullah mencuri, pasti kopotong tangannya”. (HR Ahmad). Sudah menjadi rahasia umum BUMN menjadi sapi perahan para pejabat, politisi, swasta, dan orang dalam BUMN itu sendiri. Kita juga mengetahui saat ini permasalahan korupsi sangat parah dari pemerintahan di pusat sampai tingkat RT, dari DPR pusat sampai DPRD tingkat kabupaten/kota. Namun sampai saat ini belum ada kebijakan yang tegas dan jelas dari pemerintah dalam pemberantasan korupsi.
Dalam masalah privatisasi kita harus belajar dari kasus Amerika Serikat dan Cina. AS yang selalu memaksakan agenda neoliberal terhadap negara-negara berkembang dan negara-negara miskin, justru menolak mentah-mentah keinginan BUMN migas Cina CNOOC untuk membeli perusahaan minyak swasta nasional AS UNOCAL . Serempak pemerintah, anggota kongres, dan masyarakat berupaya menggagalkan akuisisi UNOCAL oleh CNOOC. Alasan mereka Cuma satu, yakni akuisisi akan membahayakan national security (keamanan nasional), sebagaimana yang dikatakan Byron Dorgan (senator AS): “UNOCAL berada di AS dan telah menghasilkan 1,75 miliar barrel minyak. Sangat bodoh bila perusahaan ini menjadi milik asing” (Republika, 18/7/2005).
Privatisasi dalam Pandangan Syariat
Privatisasi merupakan bagian utama program penyesuaian struktural yang dilahirkan di Washington pada tahun 1980. Sehingga privatisasi selalu menjadi agenda globalisasi dan liberalisasi ekonomi yang diusung oleh IMF, Bank Dunia, Bank Pembangunan Asia (ADB), AS dan negara-negara kapitalis lainnya, serta para investor. Tujuan program-program politik ekonomi yang mereka usung adalah untuk menjaga kesinambungan penjajahan para kapitalis terhadap negara-negara berkembang dan negara-negara miskin. Syariat Islam melarang para pejabat negara mengambil suatu kebijakan dengan menyerahkan penanganan ekonomi kepada para kapitalis ataupun dengan menggunakan standar-standar kapitalis karena selain bertentangan dengan konsep syariah juga membahayakan negara dan masyarakat. Nabi Muhammad SAW bersabda: “Tidak boleh ada bahaya (dlarar) dan (saling) membahayakan” (HR Ahmad & Ibn Majah).
Di samping itu, privatisasi dan program penyesuaian struktural merupakan ide kufur yang tegak di atas paham pemikiran konyol Adam Smith tentang laissez faire. Paham ini menjauhkan pemerintah dari masyarakat dengan meninggalkan tanggungjawabnya sebagai pelayan dan pengatur urusan publik. Kemudian mengalihkan peran pemerintah kepada para kapitalis baik investor asing maupun investor lokal. Liberalisasi ini menyebabkan tergilasnya hak-hak masyarakat sementara para kapitalis terus meningkatkan laba sebagaimana yang dikatakan tokoh ekonomi neoliberal, Milton Friedman dalam tulisannya yang berjudul The Social Responsibility of Business is to Increase its Profits, bahwa tanggung jawab sosial bisnis adalah mengerahkan seluruh sumber daya untuk meningkatkan akumulasi laba.
Syariat menggariskan pemerintah memiliki peranan kuat dalam perekonomian sehingga tidak boleh berlepastangan terhadap hak-hak rakyatnya. Syariat menegaskan pemerintah harus dapat menjadi pengatur dan pelayan urusan masyarakat (ri’ayatu as-su’un al-ummah) sebagaimana yang disabdakan Nabi Muhammad SAW “Seorang imam (khalifah) adalah pemelihara dan pengatur urusan (rakyat), dan dia akan diminta pertanggungjawabannya terhadap rakyatnya”. (HR Bukhari dan Muslim). Untuk dapat mengatur dan melayani urusan masyarakat, pemerintah harus memiliki alat dan sarana, salah satunya dengan mendirikan badan-badan yang bertugas mengeksplorasi barang tambang, memproduksi barang-barang vital dan menguasai hajat hidup orang banyak, memproduksi barang-barang modal/mesin yang dibutuhkan masyarakat dalam menjalankan industri dan kegiatan pertanian mereka, kemudian memiliki lembaga yang menjamin pendistribusian barang dan jasa yang dibutuhkan masyarakat. Rasulullah saw bersabda: “Seorang imam adalah ibarat penggembala dan hanya dialah yang bertanggung jawab terhadap gembalaannya (rakyatnya)” (HR. Muslim).
Privatisasi yang dilakukan pemerintah menyangkut BUMN yang terkatagori harta milik umum dan sektor/industri strategis tidak diperbolehkan syariat Islam. Nabi Muhammad SAW bersabda: “Kaum muslimin berserikat dalam tiga barang, yaitu air, padang rumput, dan api”. (HR Abu Dawud). Menurut Taqiyuddin an-Nabhani (2002) harta milik umum mencakup fasilitas umum, barang tambang yang jumlahnya sangat besar, sumber daya alam yang sifat pembentukannya menyebabkan tidak mungkin dikuasai oleh individu. Sedangkan industri strategis adalah adalah industri yang menghasilkan produk/mesin yang dibutuhkan oleh kegiatan-kegiatan sektor perekonomian seperti industri manufaktur, pertanian, trasnportasi, dan telekomunikasi.
Dari alasan-alasan yang dikemukakan Kementerian Negara BUMN, nampak kebohongan publik telah dilakukan untuk memenuhi keinginan-keinginan para kapitalis. Selain itu tidak tertutup kemungkinan ada agenda pengumpulan dana dalam rangka pemilu 2009 sebagaimana dilansir Indonesia Corupption Watch (ICW) bulan lalu. Koordinator Bidang Info Publik ICW, Adnan Topan Husodo mengatakan privatisasi BUMN merupakan sumber dana politik (Republika, 22/1/2008). Cukup sudah kebohongan dan pemerasan harta negara jika tidak ingin mendapat laknat Allah SWT dan Rasul-Nya. Nabi Muhammad SAW bersabda: “Siapa saja seorang pemimpin yang mengurusi kaum muslimin, kemudian ia meninggal sedangkan ia berbuat curang terhadap mereka maka Allah mengharamkan surga baginya.” (HR Bukhari)
Privatisasi bukanlah solusi bagi Indonesia tetapi merupakan sebuah ancaman bagi eksistensi pelayanan dan pemenuhan kebutuhan masyarakat dan kemandirian negara. Sudah saatnya pemerintah dan rakyat bersatu membangun negara ini untuk memajukan dan mensejahterakan rakyat dengan menerapkan syariat Islam secara kaffah. []
--------------------------
Hidayatullah Muttaqin, dosen Ekonomi Pembangunan Universitas Lambung Mangkurat Banjarmasin dan pengelola website www.jurnal-ekonomi.org